Jasa debt collector masih dibutuhkan. Regulasinya mesti diperketat agar tidak terjadi tindak kekerasan.
Semua bermula ketika Irzen diminta penagih utang atau debt collector untuk datang ke kantor Citibank di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan. Korban dibawa ke sebuah ruangan dan diinterogasi. Diduga, Irzen mengalami kekerasan dengan luka di belakang kepala dan hidung. Nyawanya tak tertolong meski sempat dilarikan ke Rumah Sakit Mintoharjo.
Kematian Sekretaris Jenderal Partai Pemerhati Bangsa (PPB) Irzen Okta sontak membikin wakil rakyat geram. Atas kasus Citibank ini, Dewan Perwakilan Rakyat segera mengarahkan telunjuknya ke Bank Indonesia selaku regulator perbankan. Dewan mengancam akan mengevaluasi, memberhentikan hingga mengganti petinggi BI jika tidak menjalankan rekomendasi hasil keputusan rapat internal Komisi XI terkait kasus tersebut.
Salah satu butir rekomendasi berbunyi: penagih utang (debt collector) harus menjadi bagian dari perusahaan, tidak boleh outsourcing untuk semua perbankan yang mengeluarkan kartu kredit. Selain itu, Komisi XI DPR juga mendesak BI untuk mencabut, merevisi, dan menyempurnakan PBI No 11/11/PBI/2009 dan SE No 11/10/DASP terutama mengenai tata cara pelaksanaan penagihan atas tunggakan yang diragukan dan macet kepada pihak ketiga.
Menyikapi ultimatum Dewan, Bank Indonesia tetap tidak melarang pemakaian jasa debt collector. Pasalnya banyak akibat jika hal ini dilakukan. Bank akan mematok suku bunga kartu kredit lebih tinggi jika dilarang menggunakan jasa penagih dari pihak ketiga. Kenaikan suku bunga kartu kredit bisa mencapai 2 kali lipat. BI mencatat suku bunga kartu kredit saat ini berada di kisaran 2-3% dan bisa mencapai diatas 5% per bulan jika bank dilarang menggunakan jasa pihak ketiga.
Kepala Biro Sistem Pembayaran Bank Indonesia Aribowo menjelaskan, ketika bank tidak diperbolehkan menggunakan jasa pihak ketiga atau debt collector maka bank harus memperbesar pengeluaran untuk premi risiko yang lebih besar dan perekrutan karyawan. Hal ini dilakukan untuk mengcover nasabah ketika nantinya masuk kolektibilitas 4 atau 5 alias tergolong kredit macet. “Jika pakai debt collector kan bisa membantu memudahkan penagihan,” ungkapnya.
Ungkapan senada dilontarkan pula oleh Dodit W Probojakti Dewan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI). Menurutnya, penagihan tunggakan kartu kredit melalui jasa pihak ketiga sudah seharusnya tetap ada untuk mencegah adanya nasabah yang ‘besar kepala’. Juga, mengantisipasi moral hazard para pengguna kartu kredit yang dengan sengaja ingin melalaikan kewajiban pembayarannya.
Bahkan beberapa pengamat menujum: bila perbankan dilarang menggunakan jasa debt collector, maka rasio kredit bermasalah (NPL) akan meningkat. “Saat ini yang perlu dilakukan adalah pembenahan serta cara-cara penagihan dengan pembuatan standarisasi yang akan mencakup sanksi. Harus ada cara agar para nasabah yang melalaikan kewajibannya dengan sengaja dapat diminimumkan, agar rasio kredit bermasalah (NPL) industri dapat tetap terjaga,” Dodit menjelaskan.
Selain itu, banyak faktor lain yang layak dipertimbangkan bila ingin jasa debt collector dihapuskan sama sekali. Tak hanya para penagih pihak ketiga, namun nasib para tenaga koleksi dan recovery yang ada di bank. Diperkirakan bakal ada 300 ribu orang kehilangan pekerjaan bila pemerintah menghapus sama sekali peranan debt collector dalam proses penagihan bank.
Maka BI masih bersama Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) masih membahas apakah debt collector diperlukan atau tidak. Bank sentral pun berencana menggandeng Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham). “Kita akan ajak bicara asosiasi-asosiasi terkait dan para pemain yang besar. Kalau dikatakan ilegal maka akan kita cari tahu seperti apa yang legal dan akan kita ajak bicara dengan Kementerian Hukum dan Ham,” ungkap Gubernur BI Darmin Nasution.
Diperketat
Larisnya penggunaan jasa debt collector sukar dilepaskan dari maraknya pengguna kartu kredit di Indonesia. Walau kondisi ekonomi belum stabil justru kepemilikan kartu kredit kian dipermudah. Tanpa seleksi ketat, bahkan terkadang dirayu oleh pihak bank, kita bisa memperoleh kartu kredit dengan gampangnya. Walhasil gesek-menggesek kartu kredit banyak dilakukan para penggunanya tanpa berpikir dua kali. Akibatnya tagihan menumpuk.
Padahal, sudah menjadi rahasia umum, kredibilitas pemilik kartu kredit di negara kita masih dipertanyakan. Jika di Singapura 70% pengguna kartu kredit membayar tagihannya dengan tunai, sementara di Indoensia sebaliknya, 70% membayar tagihan kartu kredit dengan cara mencicil atau angsuran.
Sebab itulah Bank Indonesia akan segera mengeluarkan aturan main penerbitan kartu kredit yang lebih rinci dan ketat. Namun demikian BI juga tidak mau mengurangi fasilitas nasabah dalam melakukan pembayaran. “Tetapi kita akan kurangi betul yang tidak proporsional karena orang mulai tanpa sadar menggunakan kartu kredit yang banyak melebihi batas yang seharusnya dia butuhkan,” ungkap Gubernur BI Darmin Nasution.
Tentu saja BI bakal membatasi kepemilikan kartu kredit. Darmin mencontohkan Malaysia yang baru saja menerbitkan aturan kartu kredit yang ketat, seperti menyesuaikan kepemilikan kartu sesuai dengan pendapatan. “Lihat Malaysia, sebulan lalu menerbitkan aturan yang bukan main ketatnya mengenai kartu kredit. Sampai dengan pendapatan sekian kartu kredit hanya boleh dua. Rinci sekali aturannya supaya si nasabah tahu bunga yang akan dibayar di samping pokoknya dan seterusnya,” jelas Darmin.
Menurut Darmin, jangan sampai nasabah tidak tahu tetapi berani mengambil kartu kredit dan akhirnya tidak bisa bayar. Hal-hal seperti itu yang harus disiapkan pada tahun ini dan bisa dikeluarkan ketentuannya untuk diberlakukan pada tahun depan.
Deputi Gubernur BI Budi Rochadi mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) untuk mendorong revisi aturan tersebut. “AKKI sedang buat, nanti dirembukkan dengan BI. Kita minta satu bulan selesai, tadinya AKKI minta dua bulan. Sesuai rekomendasi DPR kita diminta satu bulan,” tuturnya. Aturan yang akan dibahas yakni tentang persyaratan pemberian kartu kredit yang meliputi pembatasan plafon. (Dari Berbagai Sumber)