Pemimpin Berbahasa Ibu

Hajah Anik Kasiyani

ketua DPRD Kabupaten Kendal

Pemimpin Berbahasa Ibu

 Perempuan tak perlu minder untuk tampil di depan. Anik kasiyani membuktikan bahwa kaum hawa bisa memjadi pemimpin.

Hajah Anik Kasiyani ketua DPRD Kabupaten Kendal

Sebelum ditahbiskan menjadi ketua DPRD Kabupaten Kendal dia bukanlah perempuan istimewa. Layaknya perempuan desa kebanyakan, Hajah Anik Kasiyani cuma berstatus ibu rumah tangga yang sehari-hari menjalani kodratnya mengurusi persoalan ‘sumur, dapur dan kasur’. Juga, mengurus keempat buah hatinya.

Meski demikian Anik aktif sebagai Tim Penggerak PKK desa Sukorejo. Nah, dari sinilah bakat beroranisasinya menyembul. Prestasi yang ditorehkan pun terbilang luar biasa. Organisasi dipimpinnya menjadi PKK teladan tingkat Jawa Tengah. Pasalnya dua tropi bergengsi sukses dikawinkan, yakni Piala Kelompencapir (Kelompok Pembaca dan Pemirsa) dari Presiden Soeharto dan Piala PKK dari Ibu Tien Soeharto.

Selain itu, Anik Kasiyani juga muai mengenal dunia politik sejak tahun 1982. Maklum suaminya, H. Hasanuddin, merupakan seorang politisi ulung di Kabupaten Kendal. Wajar saja kalau dia mafhum hal ikhwal perkara politik. Pasalnya Anik rajin mendampingi sang suami dalam beragam kegiatan politik, terutama yang diadakan Golongan Karya (Golkar). Aktifitasnya bermacam-macam, mulai mengadakan kegiatan-kegiatan sosial hingga ikut berkampanye.

Pada tahun 1998, pamor Golkar mulai meredup ketika rezim orde baru tumbang. Namun Anik dan suami tetap berjuang membesarkan partai. Pedang pun diayunkan. Setahun kemudian Anik mencoba membikin bermacam kegiatan untuk mengetahui apakah partai Golkar masih diterima masyarakat Kendal atau tidak. Suatu waktu Anik mengadakan pengajian dengan target dihadiri 1500 orang. Di luar dugaan, acara malah dipadati 3000 orang. “Ini menandakan masyarakat masih menerima (partai Golkar),” katanya mengenang.

Perjuangannya bagi partai beringin memang tak diragukan. Partai pun kerap memintanya untuk mencalonkan diri menjadi anggota dewan. Tapi Anik tak serta-merta mengiyakan. Alasannya kala itu, dia merasa belum mampu mengemban amanah sebagai wakil rakyat. “Saya sadar, saya orang desa, sehari-hari mengerjakan pekerjaan perempuan layaknya orang desa,” ungkap wanita kelahiran Kendal, 50 tahun silam ini.

Setelah lama berfikir, baru menjelang Pemilu 2009 hatinya terpanggil untuk mencalonkan diri. Itu pun setelah anik melakukan survey kelayakan. Survey dilakukan dengan menggunakan responden anak usia Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Sebab anak usia tersebut masih polos dan belum terkontaminasi oleh kepentingan politis. Selanjutnya survey kedua ditujukan pada kelompok olahraga dan kesenian se antero Kendal.

Hasil survey menunjukkan: jika Anik mencalonkan diri maka dirinya bakal memperoleh angka melebihi ambang batas syarat minimal, yakni 4000 suara. Melihat hasil tersebut, jalan Anik semakin mantap melangkah. Dan perkiraannya memang terbukti. Ketika Pemilu Legislatif 2009 rampung, namanya tercantum di urutan kedua dalam perolehan suara terbanyak.

Bukan semata hasil survey, keinginan mencalonkan diri sebagai wakil rakyat didorong pula oleh bejibunnya persoalan krusial di Kendal. Selama 10 tahun mendampingi sang suami sebagai anggota dewan, Anik mafhum bahwa kondisi insfrastruktur, seperti jalan dan jembatan, masih belum memadai. Kebetulan tempat tinggalnya juga terletak di pelosok pedesaan, tepatnya di lereng gunung perahu. Taraf pendidikan bocah-bocah di sana kebanyakan hanya setingkat SMP.

Dilema pedagang kaki lima tak luput dari perhatian Anik. Mereka berjualan dengan rasa was-was lantaran selalu terbesit kekhawatiran dalam benaknya akan diuber-uber Satuan Polisi Pamong Praja. Padahal mereka berusaha lepas dari jerat para rentenir yang memberikan modal dengan bunga tinggi. “Saya tahu karena saya juga tinggal di tengah-tengah mereka,” ujarnya. Walau terkesan merusak pemandangan kota, kehadiran PKL juga memberikan andil bagi pendapatan daerah.

Dan ketika didapuk menjadi Ketua DPRD Kabupaten Kendal, Anik langsung memenuhi janjinya. “Anggota Dewan terus mengawasi dan memberi masukan kepada eksekutif. Maka Legislatif selalu bersinergi bersama Pemerintah Daerah agar masalah pendidikan diutamakan. Sejauh ini Dewan sangat mendukung apa yang dilakukan Bupati yang menggerakkan orang tua asuh,” tandas Anik. “Soal pedagang kaki lima, kami mendorong agar Kendal memiliki lembaga keuangan yang mampu mengentaskan pedagang dari jerat rentenir. Misalnya, BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan Koperasi.”

Jurus Rahasia

Mengemban amanah sebagai Ketua Dewan jelas bukan perkara sepele, apalagi bagi perempuan. Namun Anik tak minder ketika memimpin anggota DPRD Kabupaten Kendal yang mayoritas bergenre pria. “Saya mempelajari bagaimana bergaul dengan mereka, tapi sesuai dengan koridor yang ada. Sehingga tidak canggung dekat dengan mereka. Di dewan ini kan tidak ada atasan atau bawahan, semua punya hak yang sama dan setiap persoalan harus diselesaikan bersama-sama,” Anik menjelaskan.

Ya, lembaga legislatif terdiri atas bermacam partai yang mengusung berbagai kepentingan. Dan tugas pimpinan dewan menyatukan persepsi anggota dari beragam pendapat tersebut dan bertanggungjawab atas keputusan yang diambil. “Bila ada persoalan serius dan sulit diselesaikan dalam forum formal, saya memakai jurus bertindak sebagai seorang ibu. Kadang-kadang saya masuk ke ruang fraksi dan melobi mereka dengan memakai bahasa seorang ibu. Sehingga mereka jadi sungkan sendiri,” ujarnya sembari tertawa.

Meski lembut dalam bertutur, Anik tetap tegas menegakkan aturan. Misalnya saat ada jadwal reses. Dia meminta pada seluruh anggotanya agar reses harus dijalankan sesuai aturan. Apabila ada kesalahan, maka masyarakat dihimbau untuk memberikan laporan. Laporan-laporan tersebut nantinya bakal ditindaklanjuti oleh Badan Kehormatan. (Oki/El)

 

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: