Masa Depan Negeri di Tangan Anak Usia Dini

Pendidikan Berkarakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa menjadi tema Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2011. Pendidikan Berkarakter sudah mendesak mengingat makin seringnya terjadi tindak kekerasan dan tindakan negatif yang bertentangan dengan etika sosial di masyarakat.

Menurut Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal (P2PNFI) Regional 2 Jateng, DR. Ade Kusmiadi, MPd, pendidikan berkarakter harus diawali sejak anak berusia dini 0 – 6 tahun. Karena pada golden age(usia emas) inilah kecerdasan seseorang mulai terbentuk.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan anak usia dini pada bidang pendidikan, pemerintah telah mengembangkan kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diharapkan dapat membantu berbagai pihak memberikan pendidikan yang berkualitas pada anak usia dini. Baik melalui jalur pendidikan formal,non formal dan pendidikan informal (pendidikan dalam keluarga)

Kurikulum sangat penting dalam mempersiapkan anak bisa beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan masa kini dan masa depannya sesuai dengan perkembangan usia dan tumbuh kembang psikis anak.

 

JAGA MUTU PAUD

Itu sebabnya, pertumbuhan lembaga PAUD secara kuantitas harus dibarengi peningkatan kualitas. Baik kualitas sarana pendukung, misalnya ketersediaan ruang bermain dan Alat Permainan Educatif (APE) yang memadai. Tentu yang terpenting adalah kualitas tenaga pendidik. Sebab bila pola asuh PAUD sejak awal salah, dampaknya terhadap masa depan anak sangat besar.

Pusat Pengembanagan Pendidikan Nonformal dan Informal (P2PNFI) Regional 2 Jateng sendiri telah membuat berbagai model PAUD di beberapa tempat. Diantaranya di Kebumen dibuat model keterlibatan orang tua dalam PAUD (Parenting), dimana guru dan orangtua murid sama-sama belajar sehingga memiliki pemahaman yang sama,serta berpartisipasi dalam berbagai hal untuk sukses penyelenggaraan PAUD. Meski APE di TK atau Kelompok bermain berbeda dengan alat peraga di rumah tetapi bila pemahaman pola asuh sudah baik maka cara membimbing anak di rumah juga akan baik.

“Kita harapkan orang tua pun semakin menyadari pola asuh anak yang baik. Karena sering terjadi, di lembaga PAUD anak sudah dibimbing dengan lembut, tapi di rumah masih dibentak-bentak anggota keluarga sehingga pertumbuhan emosi dan psikologis anak menjadi terganggu. Setelah dewasa dia jadi pendiam atau sebaliknya sangat reaktif menghadapi sesuatu yang tidak sejalan dengan pikirannya,” kata DR. Ade Kusmiadi, MPd yang juga dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi  Bandung.

Di Kabupaten Karanganyar, bekerja sama dengan Organisasi Keagamaan Aisyiah, dikembangkan pula PAUD Terpadu mulai Penitipan Anak (PA), Kelompok Bermain usia 3 – 4 tahun hingga Taman Kanak-kanak (TK) usia 4 – 6 tahun. Setiap anak selalu dipantau dokter dan psikolog. Jumlah peserta didiknya terus bertambah hingga lebih 240 anak dan pendidik/pengasuhnya mencapai 40 orang sekarang sudah menjadi salah satu percontohan nasional. Tentu P2PNFI hanya sebatas memfasilitasi untuk mengembangkan model dan berbagai kriteria untuk bisa dijadikan rujukan termasuk  melakukan kajian dan memprosikan serata membuka akses ke berbagai fihak terkait.

“Saya punya kenalan seorang Profesor, pakar pendidikan dari Jepang. Ketika saya tanya mengapa di negaranya jarang terjadi tindakan kekerasan dan orang-orang santun padahal umumnya warga negara Jepang tidak begitu memeprdulikan agama? Prof itu menjawab, semua berawal dari pendidikan, terutama PAUD. Karena guru di Jepang mengajarkan pada anak-anak sejak usia dini untuk berusaha menguasai bumi demi kesejahteraan, hidup cinta damai, berusaha menghargai orang lain demi terciptanya ketertiban. Soal beriman, saya pun kadang-kadang merasa kesepian. Maka untuk mencari Tuhan, saya boleh pergi ke Gereja, ke Kuil atau bersemedi,” terang DR. Ade Kusmiadi menirukan pengakuan kenalannya dari negeri matahari terbit.

Pelajaran yang bisa ditarik  bagi kita pemeluk agama yang taat, sudah seharusnya berbuat lebih arif dibandingkan dengan bangsa Jepang !.

KUALITAS PKBM DITINGKATKAN

Salah satu cara menumbuhkan PAUD adalah mendorong Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) agar lebih aktif. Sebagaimana diketahui, ada 4 program utama PKBM yakni menyelenggarakan pendidikan usia dini, kursus dan pelatihan, pendidikan kesetaraan dan pendidikan keaksaraan. Mengingat mutu PKBM masih sering dipertanyakan masyarakat, sekarang Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) sedang menggalakkan penataan lewat program NILEM (Nomor Induk Lembaga). Bahkan mulai tahun 2011 semua PKBM secara bertahap wajib mengikuti akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) PNFI. Melalui hasil penilaian BAN akan diketahui kualifikasi PKBM, termasuk akan mudah untuk memberikan pembinaan, karena akan kelihatan tingkatan/gradenya.

DR. Ade mengakui, dari 540-an PKBM di Jateng memang belum semua bisa memenuhi syarat minimal, yaitu dapat menyelenggarakan 3 program,meski sudah ada yang mampu mengembangkan hingga 10 satuan program PNFI,

Disinggung pemberantasan buta huruf, penerima Satya Lencana Karyasatya yang sering menjadi pembicara di berbagai seminar keaksaraan dalam dan luar negeri ini mengatakan, Pendidikan keaksaraan harus dilakukan minimal dalam 2 tahap. Pertama, keaksaraan dasar yaitu belajar baca tulis hitung. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Prov Jateng, semua warga usia produktif 15 – 45 yang tadinya buta huruf sudah mendapat layanan dasar dengan dikerahkannya berbagai elemen masyarakat termasuk Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI-AD, 30 perguruan tinggi se Jateng. Sehingga usia produktif yang buta huruf murni di sudah tidak ada di Jawa Tengah.

Tahap kedua adalah keaksaraan lanjutan (Post Literacy). Tahun 2011 Pemprov Jateng membina 162.492 peserta pendidikan dasar tahun lalu agar mereka tidak buta huruf kembali. Pada program lanjutan ini peserta didik diajak memecahkan berbagai persoalan riil yang di hadapi sehari-hari sambil memelihara kemampuan baca-tulis yang telah dimilikinya (fungsional dengan kehidupannya). Misalnya petani, langsung diberi modul atau panduan nama pupuk, cara menanam dan cara pemupukan dengan gambar dan tulisan yang mudah dipahami dan berbagai aspek lainya yang terkait.

DESA VOKASI BERKEMBANG

Sebagaimana diktehui, sebelumnya P2PNFI Regional 2 Jateng telah mendesain desa vokasi untuk meningkatkan perekonomian warga. Dimulai awal tahun 2009 – 2011. Tahun pertama dilakukan penggalian potensi desa, kemudian memobilisasi kekuatan yang ada, membuka akses-akses ke permodalan, resources untuk melatih, mencari kemitraan. Menurut kajian tim P2PNFI, ada 32 potensi vokas di desa Pilot Project (desa Gemawang)i. Namun baru 18 jenis potensi yang bisa dikembangkan.

“Awalnya kita datang ke desa melihat potensi yang dimiliki, apa masalahnya sehinga potensi tersebut tidak berkembang. Kemudian kita petakan kekuatan dan kelemahannya lalu kita desain menjadi kawasan pembelajaran desa vokasional berbasis kearifan lokal yang ramah lingkungan. Unjung-ujungnya tentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata suami dari Dra. Hj. Farida Hendrayani.

Karena P2PNFI tetap fokus sebagai change of agent, maka hingga sekarang tetap konsentrasi membina 2 desa vokasi percontohan yaitu desa Gemawang desa Suruh Kabupaten Semarang. Tetapi Pemrpov Jateng sudah mengembangkan vokasi hingga 175 desa, walaupun cara pengembangannya tidak selalu sama karena harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa.

Robinson Simarmata-lifestyle

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: