Jumlah personel kepolisian masih terbatas. Perlu menggalang dukungan masyarakat dalam menjaga kemanan dan ketertiban.
Ada cerita menarik di awal masa jabatan Ajun Komisaris Besar Polisi Agus Santosa sebagai Kepala Kepolisian Resor Magetan. Pada suatu malam, dia berpatroli untuk mengetahui kondisi wilayah yang berada di lereng Lawu ini. Ketika itu didapatinya puluhan orang di sebuah warung yang tak jembar. Merasa penasaran lalu didekatinya kerumunan itu. Ternyata mereka sedang asyik menyruput kopi. Orang Magetan menyebutnya “kirlik” atau singkatan dari cingkir cilik.
Memang ngopi merupakan kebiasaan orang Magetan. Tak peduli pagi, siang ataupun malam warung kopi selalu dibanjiri pembeli. “Saya sampai heran. Kok ramai banget,” kata alumnus Akademi Kepolisian tahun 1992 ini. Selain ngopi, ramai pula yang diperbincangkan. Mulai persoalan ‘berat’ hingga hanya sekedar guyonan. Dari sinilah terbetik sebuah ide: memanfaatkan ‘kirlik’ untuk media sosialisasi keamanan dan ketertiban.
Pedang pun diayunkan. Kini Kapolres rajin nongkrong di warung kopi, berkumpul bersama penikmat kirlik. Ini adalah salah satu upayanya untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Dari situ banyak manfaat yang bisa dipetik. “Saya bisa menimba informasi dan menampung keluhan tentang kinerja kepolisian,” ujar pria kelahiran Yogyakarta 18 Juni 1968 ini. Juga, memberitahukan betapa pentingnya peran masyarakat dalam memelihara keamanan.
Sukar disanggah, polisi mustahil mengatasi persoalan Kamtibmas sendirian. Walhasil pastisipasi masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Maka Kepolisian Resor Magetan meluncurkan terobosan penting dan inovatif. Namanya program “MenjadiPolsi yang bersahajadanbersahabat”.Tujuannya, mengajak
Polisi Polres Magetan bersama masyarakat menjalankan tugas pokok dan fungsi kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban ditengah masyarakat. Untuk menyukseskan “MenjadiPolisi yang bersahaja dan bersahabat”, institusi kepolisian mulai menanggalkan eksklusifitasnya dan mulai membuka diri terhadap setiap lapisan masyarakat. “Ini untuk mengurangi jarak antara polisi dan masyarakat. Karena polisi bukan saja penegak hukum, melainkan juga sebagai pengayom serta merupakan mitra masyarakat dalam menjadikan situasi kamtibmas yang kondusif. Jadi masyarakat tidak perlu takut untuk datang ke Polres atau Polsek. Sebab polisi sudah terbuka bagi semua orang,” suami Eka Ferlindasari menjelaskan.
Program ini merupakan penjabaran dari kebijakan Kapolda Jatim Irjen Pol. Drs. Hadiatmoko, SH yang tentunya bakal mempersempit gerak kriminalitas. Karena setiap orang berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan masing-masing.
“Untuk mewujudkan rasa aman, maka dibutuhkan sinergitas antara Polri dengan masyarakat, anggota Polri bersahabat dengan masyarakat sehingga Polri dan masyarakat semakin kompak. Sebab dengan kebersamaan maka tidak ada yang berani macam-macam,” kata Kapolres.
Untuk mencegah segala bentuk tindak kejahatan, informasi dari masyarakat sangat dibutuhkan, oleh karena itu anggota Babinkamtibmas disebar ke desa-desa dengan pola “1 Desa 1 Babinkamtibmas” dengan demikian para Babinkamtibmas ini akan aktif mencari informasi dan melaksanakan kegiatan deteksi dini terhadap permasalahan–permasalahan social yang terjadi di tengah-tengah masyarakat serta dapat mencarisolusinya. Bila melihat hal-hal yang menjurus pada kriminalitas, Kapolres berharap masyarakat melaporkan pada petugas agar bisa segera ditindaklanjuti. “Jika diketemukan ada orang yang mencurigakan berada di lingkungan, silahkan laporkan kepada Babinkamtibmas. Lebih baik mencegah dari pada mengobati,” kata mantan Kapolres Sampang ini. Selain itu, “Jangan takut menjadi saksi bila mengetahui tindak kejahatan. Hal itu membantu polisi dan membantu masyarakat untuk mengungkap pelaku tidak pidana.”
Selain itu, orang nomor satu di jajaran Polres Magetan ini juga menghimbau masyarakat agar menjadi polisi bagi dirinya sendiri. Sebab di rumah masing-masing yang menjadi polisi adalah dirinya sendiri. Artinya, paling tidak kita bisa mengamankan barang-barang pribadi yang ada di rumah dengan tidak menyimpan sembarangan, mengunci pintu dan sebagainya. Dengan demikian akan mengurangi niat dan kesempatan para penjahat untuk melakukan pencurian. Yang tidak kalah penting, di tiap Rukun Tetangga dalam tiap desa harus memiliki Pos Keamanan Lingkungan.
Pemeliharaan Kamtibmas juga dapat dilakukan dengan tidak melakukan tindakan anarkis atau kekerasan. “Jangan sampai melakukan tidak kekerasan atau menganiaya orang sehingga bisa luka dan meninggal dunia. Jangan sampai sedikit masalah main tusuk dan tikam dan sampai mengeroyok orang. Kalau satu sama lain saling menjaga tentunya tidak akan terjadi,” tandas bapak empat anak ini.
Pemberdayaan masyarakat dalam menjaga lingkungan bukan berarti mereduksi tugas polisi sebagai penegak hukum. Artinya, sebagai penegak hukum polisilah yang tetap memiliki tanggung jawab serta wewenang untuk menindak segala macam kejahatan. Jadi bila masyarakat menemui pelaku kejahatan tidak boleh main hakim sendiri. Misalnya, memukuli pencuri hingga meninggal atau membakar pencopet.
Untuk pembinaan Kamtibmas, program “1 Desa 1 Polisi“ yang sekarang sudah dilaksanakan padajajaran Polres Magetan sebagai tindak lanjut dari kebijakan Kapolri adalah sangat idial dan efektif. Hal ini untuk memudahkan pengawasan lingkungan. Selain itu, masyarakat juga mudah berkomunikasi dengan kepolisian. Jadi sekecil apapun informasi bisa ditindaklanjuti secara cepat. Jika masalah kecil dibiarkan, pastinya akan menyebabkan masalah yang lebih besar. Jadi diharapkan masyarakat terus membangun kerja sama agar program “Menjadi polisi yang bersahaja dan bersahabat” berjalandenganbaik dan tujuan yang diharapkan tercapai.
Sebagai wujud tangung jawab menjaga Kamtibmas, jajaran Polres Magetan terus melakukan beberapa terobosan termasuk dengan mengiatakan patroli di perbatasan. Bukan hanya patroli rutin saja yang akan di lakukan, namun patroli perbatasan antar kabupaten juga digalakkan. (Adi/Ely)
Recent Comments