KONI Sumut, Berjuang di Tengah Keterbatasan


Semua atlit yang mendapat kepercayaan mewakili daerahnya pasti berambisi mengukir prestasi terbaik. Karena selain pembuktian kemampuan pribadi, sebuah medali punya nilai materi yang menggiurkan. Tak hanya uang, ada kepala daerah yang menjanjikan medali emas PON menjadi tiket masuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Itu sebabnya, persaingan ketat dalam meraih medali pada event empat tahunan tersebut tidak akan terelakkan.
Menyadari kondisi itu, para atlit dari Provinsi Sumatera Utara (Sumut) juga telah diasah sejak jauh hari. “Kami sadar, prestasi olahraga tidak bisa dicapai secara instan. Butuh proses panjang. Itu sebabnya begitu PON XVII Kaltim 2008 usai, kami sudah melaksanakan Program Pembinaan Intensif (PPI) sejak 1 Januari 2009 untuk persiapan menghadapi PON 2012,” kata Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumut, Gus Irawan Pasaribu, SE,Ak, MM kepada LIFESTYLE di kantor KONI Sumut Jl. Pancing, Medan.
Namun Gus Irawan mengakui, persiapan KONI Sumut jelang PON Riau tidak mulus, karena terkendala pendanaan. “Hingga saat ini anggaran KONI dari APBD 2012 belum cair. Padahal jadwal pertandingan sudah diambang pintu,” kata mantan Dirut Bank Sumut itu yang ketika wawancara didampingi Ketua Harian Jhon Lubis dan Ketua Umum II Prof. Dr. Agung Sumarno, M.Pd. Berikut petikan wawancaranya.

Sumut sebuah provinsi besar. Apakah sudah sebanding dengan prestasinya di bidang olahraga?
Kalau disimpulkan Sumut sebuah provinsi besar memang ada benarnya. Karena dari berbagai publikasi, Medan sebagai Ibukota Sumatera Utara disebut sebagai kota terbesar ketiga setelah DKI Jakarta dan Surabaya.
Prestasi Sumut di bidang olahraga belum sebesar itu. Tapi paling tidak pada PON XVII tahun 2008 di Kaltim, Sumut menduduki peringkat 7 dengan perolehan medali, 20 emas, 20 perunggu, dan 30 perak. Padahal pada PON XVI tahun 2004 Palembang, Sumut masih berada di urutan ke-12. Saya kira dengan melompati 5 tangga, sebuah prestasi cukup baik.

Target 2012 naik berapa tangga?
Memasang target haruslah realistis. Kalau melihat perolehan medali pada PON Kaltim dan beberapa PON ke belakang, hampir pasti posisi 5 besar selalu diisi atlit dari 4 Provinsi di Pulau Jawa. Yakni DKI Jakarta, Jatim, Jabar dan Jateng. Lalu urutan ke-5 tuan rumah. Sehingga kurang realistis bagi kami kalau memasang target urutan 3 besar, misalnya.
Apalagi saya sudah melihat kejelekan dunia olahraga di Indonesia, yakni jual-beli atlit. Ketika Sumatera Selatan menjadi tuan rumah, mereka berada di 5 besar. Dengan cara apa bisa mencapai prestasi itu? Membeli atlit dari daerah lain.
Ternyata uang Kalimantan Timur masih lebih banyak dari Palembang. Terbukti pembelian atlit pada PON 2008 di Kaltim justru lebih gencar. Tadinya Kaltim menargetkan urutan ke-3, nyatanya menduduki posisi ke-2. Tapi atlitnya rata-rata “import” dari daerah lain. Atlit yang betul-betul murni kader dari Kaltim hanya hitungan jari.
Target kami bisa mempertahankan jumlah medali saja sudah bagus. Apalagi cabang olah raga sekarang dikurangi, nomor-nomor yang dilombakan juga berkurang sehingga jumlah medali berkurang cukup signifikan. Sudah syukur kalau Sumut bisa peringkat 6.

Menghadapi PON Riau, Sumut masih “eksport” atlit?
Sebenarnya sudah ada kesepakatan bagi kami, tidak boleh ada cabang olahraga menjual atlit. Meski demikian, tetap saja ada yang pindah ke daerah lain. Misalnya, atlit tinju dan catur sudah ada yang pindah ke Riau.
Sumut meski berada di urutan ke-7 tetap bisa bangga karena tak satu pun atlit transfer dari daerah lain. Semuanya murni hasil pembibitan di Sumut. Malah Sumut cenderung sebagai “eksportir” atlit.

Cabang unggulan Sumut?
Wushu penyumbang medali emas terbanyak pada PON Kaltim 2008. Pada PON di Riau pun kami masih berharap banyak pada Wushu. Selain Wushu, unggulan lain adalah olahraga tarung. Seperti tinju dan karate. Prestasi di cabang Taekwondo juga sudah semakin bagus. Cabang Anggar juga kita harap bisa menyumbang medali emas.

Ada anggapan, medali emas dari cabang sepak bola lebih mahal dari cabang lain. Bagaimana membangkitkan persepakbolaan di Sumut?
Persepakbolaan kita secara nasional kan kacau balau. Dualisme kepengurusan PSSI berimbas sampai ke daerah. Maka kami berharap ada terobosan besar dalam bentuk konsolidasi kepengurusan persepakbolaan tingkat nasional. Sehingga konsentrasi pemain sepak bola di daerah bisa fokus pada prestasi.

Apa kendala yang paling dirasakan KONI Sumut menjelang PON Riau?
Prestasi olah raga memang tidak bisa berdiri sendiri. Karena sangat terkait erat dengan instrumen lain. Misalnya sarana dan prasarana, support pendanaan dari pemerintah, termasuk berbagai kebijakan pemerintah yang berpihak kepada atlit. Ini yang harus kami akui secara jujur, Sumut masih tertinggal di banding daerah lain. Alokasi dana untuk pembinaan olah raga di Sumut bahkan lebih kecil dari sebuah kabupaten, sebut saja Kabupaten Sidoarjo, di Jawa Timur.
Sarana dan prasana olah raga di Sumut juga makin jauh tertinggal di banding daerah lain. Kita malu dengan provinsi tetangga, seperti Sumatera Selatan dan Riau. Stadion Teladan Medan dibangun ketika Sumut menjadi penyelanggara PON III tahun 1953. Setelah itu tidak ada lagi pembangunan stadion. Ini memengaruhi prestasi atlit Sumut di tingkat nasional dan juga internasional.
Belum lagi berbicara mengenai kebijakan pemerintah daerah yang belum mampu mendorong prestasi olahraga. Seperti pemberian apresiasi terhadap atlet peraih medali untuk diprioritaskan menjadi PNS sebagaimana dilakukan banyak daerah lain.

Intinya Anda mengeluhkan minimnya anggaran?
Bukan hanya jumlah anggaranya yang minim. Tapi hingga saat ini belum ada dana yang dicairkan. Memang dengan adanya event PON 2012 dan Kejuaran Catur Nasional di Jakarta pada bulan Juli 2012, anggaran untuk KONI tahun ini lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karena selain adanya Pelatda intensif, akomodasi atlit, pelatih dan official, juga pemberian tali asih kepada atlit berprestasi atau peraih medali. Maka dalam rapat paripurna dewan saat membahas dan menetapkan APBD 2012, telah disetujui dana untuk KONI sebesar Rp 45 milyar.
Sesungguhnya anggaran itu sudah disetujui dan ketok palu. Tapi inilah yang kami sesalkan betapa minimnya dukungan pemerintah kepada prestasi olah raga. Karena anggaran untuk KONI yang tercatat dalam buku APBD hanya Rp 30 milyar. Itupun belum ada yang cair hingga saat ini.
Padahal kami sudah mengagendakan Pelatda penuh mulai 5 Juni. Namun karena dana belum cair, kami undur menjadi 1 Juli. Dan jadwal ini tidak akan ditunda meski dana belum kunjung cair. Kami bersama semua KONI kabupaten/kota dan semua pengurus cabang olah raga sudah siap bahu membahu untuk menyukseskan.
Jadi boleh saja suatu daerah tidak sebesar Sumut, tapi kalau perhatian pemerintah daerah besar, maka prestasinya pun akan besar. Kalaupun potensi suatu daerah besar, tapi tanpa dukungan pemerintah daerah, maka potensi itu hanya sekedar potensi yang tertidur.
Saya setuju, Sumut harusnya tidak sekedar peringkat ke-7. Namun perlu disadari, KONI hanya sebuah lembaga yang ikut serta mendorong prestasi di bidang olahraga. Namun banyak faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan.
Kini sudah mulai muncul keresahan diantara atlit karena dana exstra pudding dan transport mereka belum dibayarkan. Padahal biaya transport dan ekstra pudding para atlit selama 2 bulan (Mei – Juni) sudah harus saya talangi dari kantong pribadi dengan kebutuhan dana rutin per bulan mencapai Rp 741 juta.
Memang kondisi ini sudah mulai tercium oleh atlit dan masyarakat sehingga sudah membuat kotak amal untuk menghimpun dana. Ada tukang becak yang secara spontan memberi bantuan Rp 2.000,- Rupanya ini bergulir lebih luas ke masyarakat. Hal ini sangat mengharukan, sekaligus tamparan bagi saya sebagai Ketua Umum KONI Sumut. Dan bila Gubernur Sumut tak peduli dengan kondisi itu, saya sudah kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kebekuan hatinya.

Bagaimana Anda memotivasi atlit dalam kondisi sulit seperti ini?
Pada dasarnya komunikasi pengurus KONI Sumut dan pengurus cabang dan seluruh atlit sudah terjalin cukup baik. Sehingga kami tetap bisa memotivasi atlit agar tetap semangat dan fokus pada latihan. Soal anggaran, biar menjadi tanggungjawab pengurus KONI. Tapi secara jujur kami akui, persiapan menghadapi PON 2012 agak terganggu karena ketidak lancaran pendanaan. Meski demikian, kami sudah bertekad menjadikan kesulitan ini sebagai motivasi untuk meraih yang terbaik.
Pewawancara : Robinson S.

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: