Jati Diri Seorang Wanita

Pengusaha, pakar jamu sekaligus doktor serta politikus dan pejuang kesetaraan gender adalah atribut yang layak disandang DR. Hj. BRA Mooryati Soedibyo, S.S, M.Hum. Sebagai cucu Sri Susuhunan Pakoe Boewono X, Mooryati Soedibyo yang lahir di Surakarta, 5  Januari 1928 ini, sejak usia 3 tahun dibesarkan dengan tradisi keraton Surakarta yang kental. Ayahnya sedang menjabat sebagai Bupati Brebes KRMTA Poernomo Hadiwijoyo dan ibunya GRA Kussalbiah puteri Sri Susuhunan Pakoe Boewono X. Ia mendapatkan pendidikan secara tradisional yang menekankan pada tata krama, seni tari klasik, karawitan, membatik, mengenal tumbuh-tumbuhan berkhasiat, meracik jamu dan kosmetika dari bahan-bahan alami, serta masih banyak lagi. Tentu di luar tembok keraton, segala pergulatan hidup seperti itu sangatlah bermanfaat. Terbukti kini latar belakang kehidupan budayanya membawa dia menjadi pemimpin bisnis yang tangguh, inspirator bagi masyarakat wanita Indonesia untuk mencintai produk tradisi keseha-tan dan sumber alam Indonesia.
Pada awalnya wanita lulusan Sastra Inggris ini bercita-cita menjadi diplomat, namun me-ngabdi pada suami dan menjadi seorang ibu bagi 5 anaknya menjadi pilihannya. Hingga pada usia 45 tahun Mooryati Soedibyo mulai merintis Mustika Ratu dan saat ini produk Mustika Ratu telah di ekspor ke kurang lebih 20 negara, diantaranya Rusia, Belanda, Jepang, Afrika Selatan, Timur Tengah, dan Brunei serta negara-negara benua Amerika. Produk Mustika Ratu juga mulai berkembang menjadi 800 buah, mulai dari produk balita, remaja hingga dewasa dan usia mapan dengan kualitas super serta premium.
Tak hanya berkiprah di perusahaan dan bisnisnya, namun wanita yang kini berusia 85 tahun ini juga memasuki panggung politik. Mooryati Soedibyo juga tercatat MURI sebagai peraih doktor tertua di Indonesia. Tentunya ibu 5 orang anak ini patut menjadi tokoh Kartini nasional pada era  modern saat ini. Pasalnya selain  sukses sebagai seorang profesio-nal, ia pun sukses dalam membina keluarga. Memaknai Hari Kartini, Mooryati Soedibyo mengutarakan kekagumannya terhadap peran wanita saat ini, yang telah mampu berkiprah dalam berbagai bidang. Segala kegiatan dan posisi sukses sebagai entrepreneur bisnis, politik, sosial, pendidikan, hukum dan lain-lain kini sudah dapat dicapai. Saat ini wanita era modern sudah banyak mengalami kemajuan daripada di jaman Ibu Kartini dahulu. Mereka telah mampu berprestasi dalam bisnis. Jika dahulu penjahit wanita hanya menerima jahitan dirumah, membatik, menulis seperti halnya yang diajarkan Ibu Kartini dahulu, saat ini wanita sudah dapat membuka bisnis jahit sendiri, seperti Anne Avantie yang kebayanya telah di eksport berharga jutaan rupiah. Yanti Isa dengan gerai waralaba dan meresmikan ke-150 gerai dan Susi Pudjiastuti yang dahulu sebagai penjual ikan di pasar bisa mengekspor ke berbagai negara dengan memiliki Susi Air sendiri. Mereka ini  memulai  bisnis  dari  nol  “from nop-
thing to something” seperti yang dilakukan Mooryati pada waktu memulai bisnisnya. Inilah yang menunjukkan kemajuan yang sangat diharapkan. “Namun sangat disayangkan, banyak sekali peristiwa KDRT (Kekerasan Rumah Tangga) yang dialami beberapa wanita masih saja terjadi,” paparnya.
Bagi Mooryati Soedibyo peran wanita di era modern saat ini sudah lebih baik namun masih tetap dirasa kurang. Pa-salnya masih terjadi ketimpangan jumlah laki-laki dan perempuan, contohnya di dunia politik. Pada saat ini wanita yang berkiprah di dunia politik masih mencapai angka 30%. Namun dorongan dari partai-partai yang mengusung kader wanita dalam dunia politik sudah baik dari pada di era sebelumnya, setidaknya ini dirasa cukup. Menurut Mooryati Soedibyo ini lah keinginan yang ingin dicapai oleh Ibu Kartini pada jaman dahulu, yaitu Kartini menginginkan wanita Indonesia menjadi wanita yang mandiri. Di Hari Kartini ini Mooryati Soedibyo berharap wanita Indonesia lebih berani namun tidak lupa akan jati dirinya.  “Wanita  jangan melupakan jatidirinya. Meskipun sudah berkiprah di dunia profesional tetapi ja-ngan melupakan kodrat sebagai seorang wanita, yaitu menjadi istri dan ibu rumah tangga. Para pria tidak tetap menjadi patriarchal tetapi memulai dengan kehidupan keselarasan gender, saling asah, asih dan asuh. Saat ini wanita bekerja telah setara, seharusnya menjadi sebuah rasa syukur karena dibantu dalam perekonomian keluarga dan tidak menjadi beban. Jangan menjadikan ini sebagai masalah tetapi menjadi berkat,” jelasnya.        citra

Leave a Reply

Your email address will not be published.