Jangan Tunggu Kaya untuk Memberi
Memberi itu menyenangkan, juga menyehatkan! Kabar baiknya, Anda tak perlu jadi milyarder atau trilyuner untuk bisa memberikan sesuatu dan bermanfaat untuk orang lain.
Anda pasti pernah merasakan sensasi menyenangkan yang menyelimuti hati setelah memberikan sesuatu kepada seseorang. Hasil penelitian yang dipublikasikan jurnal Molecular Psychiatry menjelaskan bahwa aktivitas memberi ternyata dapat meningkatkan produksi dopamin – neurotransmiter yang berhubungan dengan perasaan bahagia. Rasanya sama seperti ketika sedang mengerjakan hobi, berekreasi atau menerima hadiah.
Tak hanya itu, sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 2.000 orang di Buck Institute for Age Research di Novato, California, menemukan bahwa mereka yang menjadi sukarelawan di satu atau dua organisasi cenderung hidup lebih lama sebanyak 44% dibandingkan mereka yang sama sekali tidak pernah menjadi sukarelawan di organisasi mana pun. Ketika menjadi sukarelawan, kita memberikan sesuatu yang kita miliki (waktu, uang, atau tenaga) tanpa mengharapkan balasan sama sekali.
Faktor menjadi sukarelawan ini bahkan mengalahkan faktor-faktor lain yang selama ini dianggap mampu memperpanjang usia. Seperti berolahraga empat kali setiap minggu (30%), serta rutin menghadiri kegiatan-kegiatan keagamaan (29%).
Dalam penelitiannya yang melibatkan 3.000 sukarelawan, Dr Alan Kutz menemukan bahwa memberi atau menolong orang lain merangsang produksi endorfin, neurotransmiter yang berfungsi menekan rasa sakit serta mengurangi stres. Hormon inilah yang berperan dalam peningkatan kualitas kesehatan.
Meski memberi itu banyak manfaatnya, tak semua orang bisa memberi dengan mudah. “Saya sendiri sering kekurangan, bagaimana mau memberi?” demikian kata Desi (29 th).
Lalu, apa yang perlu kita lakukan agar bisa memberi dengan ikhlas dan spontan? Berikut adalah beberapa tip dari para ahli, agar kita bisa mulai memberi.
1. Mengenali diri sendiri.
Langkah pertama sebelum kita dapat memberikan sesuatu kepada orang lain menurut Prof Dr dr Luh Ketut Suryani, SpKJ (K), adalah dengan mengenali diri sendiri. “Sebelum membantu orang lain, kenali dulu siapa “aku” sebenarnya, apa yang terjadi di dalam diriku, dan kenapa aku seperti sekarang ini. Ketika kita sudah membebaskan diri dari beban masa lampau, maka kita lebih dapat membantu orang lain dengan memahami masalah dari sudut pandang orang lain,” kata Luh dalam bukunya, Hidup Bahagia.
2. Tak perlu besar.
Jangan pula berpikir bahwa ketika Anda ingin memberikan sesuatu, Anda harus menguras seluruh tabungan Anda, atau berhenti bekerja lalu bergabung dengan sebuah kelompok sukarelawan. “Tak perlu terlalu berlebihan,” kata Stephen Post, PhD, penulis buku Why Good Things Happen to Good People. Usul Post, “Berikan sedikit setiap hari; Anda akan merasa lebih bahagia, lebih sehat, dan memperbesar kemungkinan berumur panjang.”
Mengutip ucapan Mother Teresa, “Kita tidak bisa melakukan hal-hal besar; yang bisa kita berikan hanyalah hal kecil dengan cinta yang besar.”
3. Pikirkan di luar diri Anda
Menurut Terry Trespicio dalam artikelnya yang berjudul “What You Get from Giving” pandangan kita terhadap diri kita (entah sebagai guru, karyawan swasta, pegawai bank, orangtua, dsb) justru bisa membatasi pandangan kita tentang apa yang bisa kita berikan kepada orang lain karena kita berpikir, “itu bukan bagian saya, itu tugasnya orang lain.” Padahal, untuk memberi, kita tidak perlu terkungkung oleh fungsi tertentu dalam kehidupan ini.
Karena itulah, Gary Morsch, MD, penulis buku The Power of Serving Others, mengatakan, “Melakukan sesuatu untuk orang lain bukanlah tentang siapa saya dan apa yang harus saya berikan, tapi lebih tentang menyediakan diri dengan ikhlas untuk mereka yang membutuhkan bantuan Anda.”***