Menggapai Sukses dari Jalanan
Taryono Aji, begitulah namanya yang sederhana. Dilandasi motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga yang sedang terbelit masalah ekonomi, selepas kuliah ia memutuskan untuk merantau mengadu nasib ke Ibukota Jakarta. Pahit getir dan kerasnya kehidupan pernah ia rasakan, dari menumpang di tempat kost temannya hingga tinggal di mushola. Ia juga pernah merasakan beratnya hidup sebagai seorang pembantu rumah tangga bahkan menjadi pengamen jalanan.
Pada keadaan yang membuatnya kian terpuruk saat itu, tak membuat semangat pria asal Ngawi Jawa Timur ini surut. Hingga akhirnya tiba saat dimana ia mendapatkan tantangan untuk mengelola sebuah perusahaan dengan target tertentu yang harus dicapai. Namun dengan semangat dan kerja kerasnya, ia mampu menjalankan perusahaan tersebut yang pada akhirnya menjadi titik balik kesuksesan usaha yang ia geluti saat ini. Ia percaya bahwa nasib baik akan selalu berpihak kepada orang baik yang mau berusaha.
TEKAD DAN SEMANGAT DEMI KELUARGA
Mendapatkan pekerjaan yang mapan adalah impian bagi siapa saja yang telah menyelesaikan pendidikannya. Begitu halnya dengan Taryono Aji, pria kelahiran Ngawi, 37 tahun silam ini. Sebagai alumni IKAHA (sekarang menjadi UNHASY) di Pesantren Tebuireng Jombang, ia pun berkeinginan untuk merubah nasib keluarganya yang memang kurang mampu. Keinginannya tersebut mendapat restu dari sang ibu yang ingin anaknya menjadi orang sukses.
Bermodalkan perhiasan ibunya yang merupakan kenang-kenangan mendiang ayahnya, ia pun berangkat ke ibu kota tepatnya pada bulan Juli 2004. “Waktu itu punya niat kerja di Jakarta tapi tidak punya ongkos, ibu saya menawarkan menjual perhiasan kenang-kenangan pernikahan dari ayah tapi saya menolak. Meski pada akhirnya pun ibu menggadaikan perhiasannya untuk ongkos saya ke Jakarta,” tuturnya mengisahkan.
Sampai di Ibukota, Taryono Aji mendatangi salah seorang temannya dan ikut menumpang tinggal selama kurang lebih satu minggu. “Teman saya bertanya, kamu ke Jakarta sekedar main atau tinggal menetap? Kalau berkunjung cukuplah satu minggu, kalau mau tinggal ya harus ikut bayar kost,” ujar ayah lima orang anak ini.
Karena saat itu belum mendapat pekerjaan, akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan tempat kost temannya dan menginap di mushola terdekat. Hampir tiga bulan ia menjadi penggangguran di Jakarta, bahkan uang saku yang ia miliki pun juga telah habis. Suatu hari ia mendapatkan informasi ada yang menawarkan pekerjaan di Batam di sebuah kantor Notaris dengan gaji 500 ribu rupiah perbulan disertai janji akan diberikan tempat tinggal juga uang makan. Tanpa pikir panjang Taryono Aji pun menyetujuinya. “Pertimbangan saya waktu itu karena saya pikir sedikit-sedikit mengertilah tentang bidang hukum,” jelasnya. Namun setiba di Batam, kenyataan tak seperti yang ia bayangkan, bukan di kantor notaris ia bekerja tapi justru menjadi pembantu rumah tangga pada seorang pejabat Notaris. Ia tetap menjalani pekerjaan tersebut meski dalam keterpaksaan karena ongkos pergi ke Batam didapat dari hasil pinjaman dari temannya.
“Ini bukan dunia yang saya cari, kalau begini terus saya tidak akan bisa berkembang”. Akhirnya setelah lima bulan bekerja jadi pembantu, dengan gaji terakhirnya, pada bulan Februari 2005 ia putuskan kembali ke Jakarta. “Waktu itu sisa gaji yang saya pegang setelah dipotong untuk perjalanan tinggal 300 ribu rupiah,” ungkapnya. Kembali ia ke jakarta justru keadaannya semakin memburuk. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia harus berjuang keras dengan menjual koran dan mengamen di perempatan lampu merah Grogol (depan kampus Universitas Trisakti Jakarta Barat). Ia pun pernah merasakan kerasnya bergaul dengan sekelompok preman yang mengusasi wilayah itu.
Melalui hari-hari di tengah kerasnya kehidupan jalanan, tak sedikitpun membuatnya lupa dengan tujuan awal untuk apa ia datang ke Ibukota. Setiap hari, berbekal upah jualan koran dan mengamen di pagi hari, ia mendatangi perusahaan-perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan. Namun keberuntungan belum memihaknya. Berbulan-bulan tinggal di kolong jembatan hingga pada akhirnya diterima di sebuah kantor kecil di bidang konsultan penelitian.
“Untuk mendapatkan pekerjaan ini, saya butuh waktu sekitar tujuh bulan menunggu,” tutur suami dari Rika Dyah Ekasari ini. Bahkan pada saat lebaran Idul Fitri di tahun 2005 lalu, ia harus rela tidak pulang kampung ke Ngawi karena tidak punya ongkos untuk mudik, selain juga merasa malu karena belum berhasil.
Sejak diterima bekerja, semangat meraih apa yang dicita-citakan menggelora kembali. “Itu tak berselang lama, baru beberapa bulan saya bekerja, pimpinan perusahaan berencana melanjutkan pendidikan ke Amerika sehingga perusahaan harus ditutup. Saya syock waktu itu, sempat khawatir bagaimana jika harus menganggur lagi, tinggal di jalanan lagi,” cerita pria penyuka tempe goreng ini.
Namun dari kekhawatirannya tersebut ada sebuah peluang, ketika seluruh karyawan dikumpulkan untuk diberi gaji terakhir dan pesangon, pimpinan tiba-tiba menantang kepada siapa saja yang sanggup mengelola kantor tersebut dengan target bersih 150 juta rupiah perbulan. “Saat semua karyawan hanya diam menerima nasib, saya berpikir inilah kesempatan saya, akhirnya memberanikan diri menerima tantangan tersebut dengan syarat seluruh tim harus mendukung,” imbuhnya.
Dengan dasar semangat, motivasi dan kerja keras yang ia miliki, Taryono Aji mampu menjalankan perusahaan yang ia kelola, bahkan apa yang diperoleh melebihi dari ekspektasi. Hasil kerjanya membuat pimpinan perusahaan yang saat itu berada di Amerika bangga dan menjanjikan bonus pendapatan jika mampu mencapai target yang ditingkatkan. Namun ia harus menelan kekecewaan karena apa yang dijanjikan ternyata tak ditepati meskipun ia mampu melewati target yang telah disepakati.
“Akhirnya saya mengundurkan diri, kemudian saya menganggur lagi hingga bertemu dengan mantan klien di perusahaan yang dulu, dari sanalah saya dikenalkan dengan temannya dan ditawari menjadi suplier di perusahaan kontraktor. Kemudian saya mendapatkan pengalaman hingga mampu mengembangkan usaha saya sendiri,” tuturnya.
PERCAYA DIRI DAN TANGGUNG JAWAB
Sukses tidak datang begitu saja, untuk mencapai sesuatu perlu sebuah proses yang panjang. Ada ungkapan yang mengatakan, terkadang untuk mencapai kesuksesan perlu sebuah keberanian. Keberanian akan muncul dari rasa percaya pada kemampuan diri sendiri. Keberanian seorang Taryono Aji untuk memegang sebuah tanggung jawab dalam mengelola perusahaan melahirkan integritas serta kepercayaan pada dirinya. Di dunianya yang baru, ia dipercaya untuk mengerjakan proyek di Samarinda. Bermula dari niat awal sekedar menjadi perantara dalam sebuah pekerjaan yang diamanatkan seorang rekan, justru ia lah yang kemudian mendapat tanggung jawab penuh untuk menyelesaikannya. Keberhasilan menyelesaikan tugas yang diembannya pada proyek pembangunan Masjid Islamic Center Samarinda yang diklaim sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara itu, di bawah bendera PT. Rimba Jati Persada, ia kemudian di percaya menyelesaikan proyek-proyek lain hingga akhirnya mampu menghantarkannya pada kehidupan yang layak. Hingga ia mampu mengembangkan sendiri usahanya yang bergerak di bidang jasa applicator interior.
Saat ini ia memilih berkantor di Jakarta, namun proses produksi tetap dikerjakan di daerah Ngawi tempat kelahirannya, hal tersebut tak lain karena pasokan bahan yang cukup melimpah, lahan yang luas serta akses yang mudah untuk pelaksanaan produksi. Hampir 20 hingga 30 kubik kayu jati perbulan dengan omzet bersih mencapai 30-50 juta rupiah mampu ia raup dalam sebulan. Komitmen, kejujuran dan tanggung jawab adalah tiga modal utama bagi perusahaannya agar tetap stabil dan mampu bersaing.
Kesuksesan yang ia raih saat ini tentu tak lepas dari doa dan pengorbanan sang ibu. “Sebagai anak harus berbakti, orang Jawa bilang kepada orang tua harus mikul dhuwur mendhem jero, saya tidak akan pernah lupa bagaimana ibu saya sampai merelakan perhiasannya demi kesuksesan anak,” ungkapnya. Oleh sebab itu menurutnya keluarga adalah yang nomor satu. Di sela kesibukannya sebagai pimpinan perusahaan, ia selalu dapat membagi waktunya untuk keluarga tercinta.
Selain menjalankan perusahaannya, Taryono Aji juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial, diantaranya kegiatan rutin memberikan semangat dan motivasi bagi anak-anak jalanan di bawah fly over di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan bersama rekan-rekan aktifisnya.
*** Tunggul