Menyamankan Ruang Baca
Buku adalah jendela dunia. Dengan membaca buku, kita bisa mengetahui banyak hal. Itu sebabnya Perpustakaan Nasional (Perpusnas) berupaya menambah koleksi buku di 21.268 Perpustakaan Desa, Perpustakaan Provinsi maupun kabupaten/kota se-Indonesia. Selain tempat mencari referensi, Perpustakaan telah dimodifikasi menjadi tempat rekreasi dan pusat kegiatan belajar masyarakat. “Misalnya anak-anak belajar main drama atau latihan pidato. Ibu-ibu belajar tentang ekonomi kreatif. Mahasiswa dan lembaga profesi lainnya diskusi ilmiah. Sehingga apa yang mereka baca di ruang perpustakaan bisa langsung dipraktekkan atau didiskusikan di ruang kegiatan belajar,” kata Kepala Perpustakaan Nasional RI, Dra. Hj. Sri Sularsih, M.Si. Untuk mengetahui lebih jauh perkembangan perpustakaan di tanah air, berikut petikan wawancara LIFESTYLE dengan Dra. Hj. Sri Sularsih, M.Si di ruang kerja-nya belum lama ini.
Inovasi seperti apa yang sedang digagas Perpustakaan agar tetap memiliki daya tarik di tengah membuminya internet hingga pedesaan?
Perpustakaan memang punya peran strategis meningkatkan budaya baca masyarakat. Mengajak masyarakat agar gemar membaca, tentu yang pertama harus dipikirkan adalah menyediakan buku bacaan. Untuk itu, Perpusnas telah menambah buku sebagai stimulan ke seluruh perpustakaan umum tingkat provinsi, kabupaten/kota, perpustakaan desa hingga pulau terpencil. Tak hanya itu, kami juga mengirim buku ke perpustakaan komunitas. Misalnya perpustakaan Pondok Pesantren, perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) bahkan ke lokalisasi wanita tuna susila (WTS).
Setelah buku disediakan, tugas selanjutnya adalah mensosialisasikan kepada masyarakat. Karena percuma buku disediakan kalau tidak ada yang membaca. Itu sebabnya sosialisasi gencar dilakukan melalui gerakan-gerakan pengenalan, termasuk lomba membaca dan menulis.
Inovasi menghadapi derasnya perkembangan internet, sesuai amanat UU No 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan mengharuskan Perpusnas memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Dan lima tahun terakhir kami telah mengembangkan Perpustakaan Digital hingga Perpustakaan umum tingkat Provinsi dan kabupaten/kota secara bertahap. Dengan pemanfaatan TIK ini, kelak koleksi buku yang dimiliki Perpusda bisa link satu dengan yang lain sehingga masyarakat bisa dengan mudah mengaksesnya.
Menurut data Perpusnas, trend jumlah pengunjung perpustakaan meningkat atau menurun dalam lima tahun terakhir?
Dengan semakin bertambahnya jumlah buku, pengunjung perpustakaan umum cenderung meningkat. Perpustakaan komunitas juga terus berkembang. Bahkan perpustakaan swadaya masyarakat juga makin kreatif dan maju. Namanya memang tidak selalu perpustakaan. Bisa saja mereka sebut taman bacaan. Ada di Jawa Barat, Yogyakarta, Jakarta dan beberapa kota lain. Di Yogyakarta misalnya seorang kuli bangunan, sepulang kerja langsung naik sepeda motor membawa perpustakaan keliling.
Melihat kondisi ini kita tahu bahwa masyarakat sebenarnya bukan tidak gemar membaca, tapi pelayanan harus didekatkan. Kita tidak bisa berharap masyarakat pergi ke ibukota kabupaten hanya untuk membaca ke perpustakaan. Maka perpustakaan desa harus didorong dengan menyediakan buku-buku tentang bercocok tanam atau panduan kerajinan sehingga warga setempat dapat menumbuhkan ekonomi kreatif.
Provinsi mana pengelola Perpustakaan terbaik?
Memang sejak tiga tahun terakhir kita mengadakan lomba secara rutin dan memberi penghargaan kepada masyarakat yang secara nyata mendorong masyarakat di lingkungannya agar gemar membaca. Hasilnya agak merata semua provinsi. Yogyakarta pernah, kota Surabaya pernah, salah satu perpustakaan di Kalimantan Timur juga menang tahun lalu. Bahkan di Jawa Tengah, ada perpustakaan desa yang sudah berhasil mengembangkan TIK sesuai amanat UU.
Apakah Perpusnas punya target, misalnya satu desa satu perpustakaan?
Keinginan sih ada. Tapi kami sadar akan keterbatasan anggaran. Sekarang ada 78.000-an desa di Indonesia. Bantuan stimulant tahun 2012 baru untuk 21.268 perpustakaan. Memang sebagian provinsi dan kabupaten/kota telah mengembangkan perpustakaan lewat APBD-nya sehingga jumlah perpustakaan pasti lebih banyak dari 21.268, tapi belum sampai 50% dari jumlah desa yang ada.
Kabarnya SDM perpustakaan sangat minim. Benarkah?
Sekarang kan era otonomi daerah. Biaya gaji dan operasional PNS di beberapa daerah telah melebihi 50% dari APBD-nya. Sesuai aturan, daerah tersebut tidak diijinkan lagi menambah PNS agar APBD bisa digunakan lebih banyak untuk layanan masyarakat. Tapi pada saat bersamaan di daerah tersebut masih kekurangan pegawai termasuk pegawai bidang pendidikan dan kesehatan yang menjadi prioritas utama pemerintah. Kalau guru saja tidak bisa ditambah, lalu bagaimana dengan pustakawan? Yah, pintar-pintar Kepala Perpusda lah untuk meyakinkan gubernur atau bupati/walikota betapa pentingnya pustakawan. Dan terbukti ada Perpusda yang berhasil mendapatkan formasi penambahan PNS pustakawan.
Banyak Kepala Perpusda tidak berlatar belakang pustakawan. Bagaimana mereka bisa profesional mengelola lembaga yang dipimpinnya?
Sesuai otonomi daerah, yang menentukan pejabat instansi di daerah adalah Kepala Daerah setempat. Betul, memang ada beberapa Kepala Perpusda bukan berlatar belakang pustakawan. Solusinya, kami mengadakan diklat menejemen di Perpusnas. Dengan diklat ini, diharapkan pengelolaan perpustakaan di daerah bisa berjalan dengan baik.
Pernah mengusulkan mendirikan perguruan tinggi Perpustakaan?
Saya kira sudah banyak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan PTS yang membuka jurusan kepustakaan baik D-III, S-1 bahkan ada yang S-2. Memang pernah ada pemikiran dan usulan kawan-kawan agar Perpusnas ikut menyelenggarakan perguruan tinggi demi terjaminannya ketersediaan SDM.
Usia pensiun fungsional Pustakawan lebih lama. Apakah hal tersebut salah satu solusi mengatasi kekurangan SDM?
Memang sejak dulu, fungsional Pustakawan muda dan penyedia golongan III/C dan III/D, usia pensiunnya sudah 60 tahun. Sementara pustakawan utama golongan IV/D dan IV/E, usia pensiunnya 65 tahun. Karena pustakawan utama tinggal sekitar 10 orang di seluruh Indonesia. Di Perpusnas saja, pustakawan utama tinggal 4 orang. Itupun Maret tahun 2014 akan pensiun 2 orang.
Lazimnya pejabat harus rela antri untuk bisa masuk ke posisi utama?
Peminat pustakawan sangat jarang. Mungkin karena tunjangan fungsionalnya sangat kecil. Tunjangan Pustakawan utama dengan Golongan IV/D dan IV/E sekarang hanya Rp 750.000/bulan. Sementara fungsional instansi lain dengan golongan yang sama, apalagi guru dan dosen, bisa berlipat. Tapi Alhamdulillah, mulai tahun depan tunjangan fungsional akan dinaikkan menjadi Rp 1.300.000/bln. Kenaikan itu sudah disetujui Menpan dan Menkeu. Tinggal tunggu Keppresnya saja.
Perpustakaan dengan Pendidikan ‘kan sangat dekat. Apakah Perpusnas tidak kebagian anggaran dari 20% anggaran APBN untuk pendidikan?
Dalam UU No 43 tahun 2007 memang disebut, setiap sekolah wajib mengalokasikan dana sekurang-kurangnya 5% untuk pengembangan perpustakaan sekolah. Tapi implementasinya belum dilaksanakan di banyak sekolah.
Pernah Ibu ‘mencolek’ Depdikbud dalam hal itu?
Peraturan Pemerintah (PP)-nya belum turun tapi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)-nya sudah jadi dan final.
Bila UU sudah ditetapkan, bukankah dalam waktu 2 tahun PP-nya sudah harus selesai sehingga bisa implementasi?
Perpusnas sudah bekerja keras. Konsep sudah kita koordinasikan dengan Kementerian Hukum dan HAM dan sudah disetujui. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Kemendikbud. Tapi secara regulasi kami tidak berdaya. Karena yang mengajukan RPP kepada Presiden harus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Mungkin Pak Menteri sedang sibuk mengerjakan banyak “PR”.
Adakah kompetisi Perpustakaan tingkat internasional? Bila ada, Indonesia menduduki peringkat keberapa?
Tahun 2010 ada kompetisi Perpustakaan tingkat ASEAN di Vietnam dan Indonesia menduduki juara 3. Tahun 2012, kompetisi sekaligus seminar juga dilakukan di Bali dan Indonesia juara 1 tingkat ASEAN.
Selain penyedia buku bacaan, apa fungsi esensial lain dari perpustakaan?
Sebenarnya masih banyak. Ada fungsi pendidikan, rekreasi, referensi, penelitian, sejarah dan sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat. Pada fungsi terakhir ini, perpustakaan diharapkan memiliki ruangan yang memadai yang bisa dipakai masyarakat untuk berbagai kegiatan seperti diskusi ilmiah atau mempraktekkan apa yang baru mereka baca di perpustakaan. Ruangan itu bisa digunakan secara bergantian oleh kelompok masyarakat. Misalnya, kalangan mahasiswa, professional, atau anak-anak pelajar yang belajar main drama, latihan pidato bahkan ibu-ibu yang akan belajar tentang ekonomi kreatif.
Fungsi rekreatif dari Perpustakaan agaknya belum diketahui publik. Karena masih banyak perpustakaan yang lokasinya kurang terbuka?
Sekarang perpustakaan sudah sangat berubah. Dulu memang ruang petugas lebih nyaman dibanding ruang baca. Sekarang konsepnya sudah kita robah. Harus mengutamakan kenyamanan ruang pembaca dulu agar masyarakat betah berlama-lama di perpustakaan. Saya kira perpustakaan umum provinsi dan kabupaten/kota sudah menerapkan konsep itu. Saya baru saja dari Kabupaten Siak. Disana ada perpustakaan di tengah persawahan yang sangat nyaman. Tempatnya bersih, penataan ruangannya rapi, lokasinya asri sehingga masyarakat bisa menikmati perpustakaan sambil rekreasi. Jadi wawasan pengelola perpustakaan sudah maju.
Memang masih ada perpustakaan yang pengelolaannya belum professional bahkan gedungnya nebeng atau sewa terutama yang baru dikembangkan. Tapi dalam kondisi seperti itupun teman-teman pustakawan sudah sangat sadar harus menyamankan ruang baca terlebih dahulu.
Dari perpustakaan umum yang ada di Indonesia, sudah seberapa banyak yang menerapkan konsep seperti yang Ibu baru jelaskan?
Saya kira sudah banyak. Tapi kita akui bahwa hal ini masih pemahaman baru sehingga kalau dihitung secara prosentase mungkin belum sampai 50%. Tapi kalau 25% saya yakin sudah.
Apa makna HUT Perpusnas Mei lalu buat jajaran seluruh jajaran?
Kita patut mensyukuri Hari Ulang Tahun Perpustakaan, bukan saja oleh jajaran Perpustakaan Nasional hingga ke Perpusda tetapi juga masyarakat Indonesia. Pada saat bersamaan, tentu kita perlu mengevaluasi capaian selama ini agar bisa lebih baik pada masa mendatang. Tentu kami juga berharap agar masyarakat makin menumbuhkan budaya gemar membaca. Semoga dengan membaca, kesejahteraan masyarakat bisa meningkat.
Robinson Simarmata