Sudah separuh abad lebih Indonesia merdeka tapi pendidikan negeri ini seperti jalan di tempat, bahkan bisa dikatakan mengalami kemunduran. Betapa tidak, kualitas pendidikan tinggi kita masih kalah ketimbang negera-negara lain di ASEAN, terutama Malaysia dan Thailand, yang notabene dulu pernah jadi ’murid’ bangsa Indonesia. Meski demikian, kini mulai timbul kesadaran untuk berubah. Berbagai peruruan tinggi mulai berlomba-lomba meraih predikat terbaik, tak hanya di Indonesia melainkan juga di kancah internasional.
Menurut Prof. Sudharto HP. Hadi, Ph.D banyak hal yang menjadi penyebab melorotnya kualitas perguruan tinggi. Dan ukurannya pun beragam. Ada ukuran quotion indeks, ratio antara jumlah dosen dengan mahasiswa, jumlah dosen asing dan mahasiswa asing. “Dan satu hal lagi, saya kira salah satu kelemahan utama kita adalah riset dan publikasi hasil penelitian dosen-dosen di Indonesia masih perlu ditingkatkan,” Rektor Universitas Diponegoro ini menjelaskan.
Memang penelitian merupakan hal yang tak bisa ditawar-tawar. Sebagaimana kita tahu, penelitian kan menjadi core dari tiga tridarma PT. Penelitian adalah sebuah keniscayaan. Karena dengan penelitian, maka materi pembelajaran itu selalu bisa di up date agar selalu kontekstual. Lewat penelitian pula pengabdian kepada masyarakat lebih mengena.
Di luar negeri setiap dosen wajib melakukan penelitian mempublikasikannya. Maka ada istilah publish or perish. Artinya mau publikasi penelitian atau ‘dibinasakan’. Bila dosen jarang melakukan penelitian, apalagi tidak mempublikasikannya, bakal langsung ditendang dari universitas tempatnya mengajar. Menyadarinya, Undip terus mendorong para dosennya untuk melakukan penelitian, publikasi ilmiah dan repostory. Repostory adalah pemuatan hasil penelitian dan publikasi ilmiah melalui website.
Publikasi penelitian bakal menjadi poin dalam mendongkrak rangking. Pasalnya ketika hasil riset berkualitas dan beredar luas, masyarakat bisa mengakses dan mengambil manfaatnya. Para pakar dari negara lain juga dimungkinkan turut mengutip hasil riset tersebut. Makin banyak pakar yang mengutip, makin tinggi peringkat Quotions Indeksnya. “Kalau publikasi kita tidak bagus, apa yang mau dikutip pakar dari Negara lain?” kata Sudharto.
Salah satu contoh buah pemikiran ahli hukum Undip yang tersohor lantaran terpublikasi lewat media massa adalah pandangan mendiang Prof. Sucipto Raharjo tentang hukum progresif. Dia mengemukakan bahwa penerapan hukum tidak hanya berdasar doktriner semata, tetapi juga melihat dari sisi konteksnya dalam masyarakat. Pendapat itu lantas menjadi trend setter dalam masyarakat lantaran diadop sebagai bahan rujukan para praktisi hukum serta sekolah-sekolah hukum di Indonesia.
Selain itu, baru-baru ini Undip turut bekerjasama dengan TV One, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten/Kota yang terkena bencana letusan Merapi membuat mesin-mesin pencetak batako. Sebab pasca letusan jumlah pasir melimpah meti dimanfaatkan untuk membangun rumah-rumah yang roboh karena bencana. Program ini sekaligus bisa memberi keterampilan kepada masyarakat sehingga mereka bisa meningkatkan pendapatannya. “Undip bisa menciptakan tekhnologinya,” imbuh Sang Profesor. “Masih banyak lagi temuan Undip yang bermanfaat bagi masyarakat.”
Dengan sederet hasil penelitian yang bermanfaat ini, bukan mengherankan bila Undip mematok target menjadi universitas riset kelas dunia. Menurut rektor memang sudah cukup lama rencana tersebut digulirkan. Harapannya output atau sarjana yang ditelorkan bisa memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa.
Dan sejauh ini hasilnya sudah cukup menggembirakan meskipun belum signifikan. Undip mampu bersaing mendapatkan dana riset dari Dikti dan Kementerian Riset dan Teknologi. Ukuran lain adalah jumlah mahasiswa Strata III atau doktor. Sebab gelar doktor diperolehkan berdasarkan pada riset. Semakin banyak doktor yang dihasilkan, berarti semakin banyak riset yang dilakukan sebuah Perguruan Tinggi dan menjadi rujukan baik bagi dosen maupun mahasiswa di Perguruan Tinggi tersebut.
Nah, untuk menyokong segala aktifitas belajar mengajar kondisi lingkungan haruslah nyaman. Maka sejak dilantik sebagai orang nomor satu Undip, Sudharto mencanangkan program “UNDIP Rumah Kita”. Tujuannya menumbuhkan rasa memiliki atau bangga seluruh civitas akademika terhadap UNDIP. Jadi secara fisik Rektor menginginkan agar Undip menjelma menjadi kampus yang asri, indah, teduh, dan semua orang bisa merasa nyaman di kampus ini.
“Kondisi yang nyaman harus bisa menumbukan kebersamaan kolegalitas dalam hal saling asuh, saling asah, saling asih. Dengan kondisi sosial dan fisik yang nyaman itu, saya berharap semua civitas akademika bekerja dengan nyaman sehingga kinerjanya bagus. Dengan kinerja yang bagus saya kira, dengan sendirinya grade akan meningkat,” papar mantan Deputi Menteri Lingkungan Hidup ini.
Saat ini UNDIP masih berada di urutan enam dari sekitar 60 Perguruan Tinggi Negeri di seluruh Indonesia. Sementara menurut penilaian Time Higher Education, Undip baru menempati posisi 600-an jajaran universitas elit dunia. Namun bila ditengok dari aksebilitas website, Undip bercokol pada nomor tujuh Indonesia dan mampu memembus urutan 55 dunia.
Memiliki sekitar 35 ribu mahasiswa, Undip mulai diminati mahasiswa dari luar negeri walaupun jumlahnya belum terlalu banyak. Tercatat 5 persen dari total keseluruhan mahasiswa merupakan ekspatriat. Mereka berasal dari Timur Tengah, dari Libya dari Iran, Fietnam, China.
(oki/rosi)