Pesantren Tebuireng didirikan oleh Hadratussyeikh KH. M. Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M, dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat. Pada awal kelahirannya, Pesantren Tebuireng hanya mengajarkan ilmu pengetahuan agama secara sorogan dan bandongan, dengan bahasa Jawa pego sebagai pengantar. Tahun 1916, KH. Hasyim Asy’ari merintis pendidikan klasikal melalui madrasah. Seiring perkembangan waktu, kurikulum di Madrasah Tebuireng ditambah dengan Bahasa Indonesia, matematika, dan geografi dimana hal ini adalah terobosan baru yang saat itu belum pernah dilakukan pesantren lain di Indonesia.
Pada penghujung abad ke-19, di daerah Tebuireng banyak muncul pabrik-pabrik milik kaum asing. Meskipun secara ekonomi menguntungkan, namun dari sisi psikologi justru merugikan karena masyarakat belum siap menghadapi industrialisasi. Dari keprihatinan tersebut, KH. Hasyim Asy’ari mendirikan bangunan kecil dari anyaman bambu sebagai tempat tinggal sekaligus mushalla yang kemudian digunakan untuk mengaji. Pada awal perkembangannya, pemerintah Kolonial merasa khawatir terhadap keberadaan Pesantren Tebuireng. Sehingga terjadi pertentangan frontal antara pemerintah Kolonial dengan Pesantren Tebuireng, khususnya KH. Hasyim Asy’ari. Hal itupun berlanjut hingga pada masa pendudukan Jepang. Namun hikmah dari itu, ialah membuat Pesantren Tebuireng semakin dikenal oleh masyarakat serta mendapat posisi terhormat dalam kancah perjuangan bangsa.
Setelah Hadratussyeikh wafat, kepemimpinan Pesantren Tebuireng dilanjutkan secara berturut-turut oleh KH. A. Wahid Hasyim, KH. Abdul Karim Hasyim, KH. Baidhowi Asro, dan KH. Abdul Kholiq Hasyim. Pada masa tersebut, madrasah di Pesantren Tebuireng diformalkan sesuai dengan sistem pendidikan nasional. Tahun 1965, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh KH. M. Yusuf Hasyim. Kemudian pada tahun 1967, Pesantren Tebuireng mendirikan Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY).
Semakin berkembangnya Pesantren Tebuireng, maka pada tahun 1984 KH. M. Yusuf Hasyim bersama keluarga mendirikan Yayasan Hasyim Asy’ari guna mengelola administrasi dan manajemen pesantren serta tanah wakaf peninggalan Hadratussyeikh. Tahun 2003 didirikan pondok pesantren putri untuk memfasiltasi para pelajar putri yang ingin menimba ilmu di Pesantren Tebuireng. Kemudian tahun 2006, KH. M. Yusuf Hasyim menggagas berdirinya Ma’had Aly sebagai sarana pendalaman ilmu-ilmu keislaman klasik dan kontemporer.
Sejak tahun 2006, tampuk kepemimpinan Pesantren Tebuireng dipegang oleh KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah). Pada periode ini, Gus Sholah melakukan perubahan struktur dan sistem pendidikan di Tebuireng. Upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan dimulai dengan mengadakan pelatihan terhadap para guru oleh Konsorsium Pendidikan Islam (KPI) dan dosen-dosen dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Mulai tahun 2007, kegiatan belajar di semua pendidikan formal menjadi full day school, dengan harapan mampu meningkatkan kualitas peserta didik dan membangun karakter yang baik.
Untuk menunjang rencana peningkatan mutu pendidikan tersebut, maka sejak awal 2007 dibuatlah skala prioritas terhadap rencana pengembangan fisik dengan tujuan setiap tahapan dapat sejalan dengan program-program non-fisik. Hingga saat ini pengembangan Pesantren Tebuireng terus berjalan. Mulai tahun 2012 perluasan pesantren dilakukan dengan mendirikan cabang-cabang di beberapa daerah, diantaranya Pesantren Tebuireng 2 di Jombok, Ngoro, Jombang yang kini dibangun lembaga pendidikan yaitu SMA Trensains, Pesantren Tebuireng 3 di Indragiri Hilir, Riau, Pesantren Tebuireng 4 di Indragiri Hulu, Riau. Rencana kedepan, Pesantren Tebuireng akan membuka cabang keenam di Ciganjur, Jawa Barat.
Tunggul / Dyan
Recent Comments