Jenderal Sahabat Media
Laksamana Madya Sumartono menyadari prinsip keterbukaan dan menghargai orang lain akan sangat membantu tugas seberat apa pun. Oleh karenanya sejak lama, ia menjalin hubungan yang sangat harmonis dengan pers, prinsip yang ia tetap pegang teguh sampai saat ini, saat ia pun menjabat sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan.
Sebelum duduk sebagai Irjen Kemhan, Sumartono sudah ke-
nyang makan asam garam penugasan. Sejak lulus AKABRI tahun 1978, Sumartono muda langsung mendaftarkan diri menjadi penerbang TNI AL. Pengalaman penugasannya menerbangkan berbagai pesawat Fix Wing dan helikopter telah menjadikan pria ramah tapi tegas ini sebagai salah satu dari sedikit pilot yang memiliki kemampuan double rating.
Beberapa penugasan telah dilakoni sebagai Dan RON-600 Satudarma Armatim (1994-1996), Kasubdisopslat Disnerbal Mabesal (2000), Dan Satudarma Koarmabar (2000), Dan Lanudal Juanda Lantamal III Koarmatim (2001-2002), Dan Wing Udara Koarmatim (2002-2003).
Selanjutnya, Asrena Koarmabar (2003-2004), Kadisnerbal Mabesal (2004-2006), Dan Puspenerbal Mabesal (2006-2008), Dan Kobangdikal (2008-2010), Dan Seskoal (2010-2011), serta Asrena KSAL (2011). Dan sejak 1 Maret 2012, lulusan terbaik Akademi Angkatan Laut (AAL) 1978 ini, kemudian dipercaya menjabat sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) Kemhan.
Sumartono sangat menyadari sukses tugasnya tak melulu karena dari kerja keras jajarannya. Ia sadar peran media massa berkontribusi besar dengan memberikan informasi kepada masya- rakat soal kinerja institusinya. “Sejak dulu saya dekat dengan wartawan. Hubungan yang kita bangun simbiosis-mutualisme. Silakan tulis apapun sepanjang itu objektif dan sesuai fakta,” tegas pria yang mengaku kariernya ”tersesat” karena menjadi penerbang padahal pendidikannya dilalui di AAL ini.
Ia lantas membagi pengalaman, saat ada insiden kecil yang menimpa salah satu pesawat TNI di Lanud Djuanda, saat itu media sudah menduga-duga ada kecelakaan besar karena bandara ditutup hingga setengah jam. Saat itu ada 20 orang wartawan yang sudah mengantri untuk mendapatkan informasi. “Begitu saya lihat teman-teman media, saya bawa langsung mereka ke lokasi untuk melihat kejadiaan sebenarnya. Saat itu ada pesawat landing yang rodanya tidak terbuka sepenuhnya akibatnya mengalami slip, tapi bukan kecelakaan fatal. Nah, setelah pewarta diajak melihat langsung, media pun akhirnya dengan objektif menuliskan fakta sesungguhnya di lapangan,” jelasnya. Dengan membuka ruang akses informasi yang luas, tandas Sumartono, maka sebuah institusi sebenarnya telah mencegah terjadinya informasi yang tidak benar atau dispute.
Sumartono menyadari di alam keterbukaan seperti ini, membuka diri ke media jauh lebih baik daripada menutup akses informasi. “Kalau tidak salah, kita tidak perlu takut dengan media. Saya telah membuktikannya, hingga saat ini banyak teman media di Surabaya yang masih menjalin hubungan sangat dekat dengan kita,” ungkapnya soal kedekatan dengan pers. Saking dekatnya, bahkan ada rekan-rekan media yang merayunya untuk disediakan helikopter untuk liputan kegiatan jurnalistik seperti saat meliput bencana lumpur Lapindo, meletusnya Gunung Kelud, maupun banjir yang menimpa Bojonegoro. “Hubungan yang kita bangun atas dasar kepercayaan dan profesionalitas. Alhamdulillah hingga saat ini hubungan baik tetap terjaga dan harmonis,“tuturnya.
Laksdya Sumartono kini te-ngah menapaki karir militernya di penghujung tugas. Tersisa waktu kurang lebih dua tahun sebelum memasuki masa purna tugas. “Sebagai prajurit kita tentu ingin meninggalkan legacy dan achievement dengan memberikan pengabdian terbaik untuk bangsa dan negara. Saya bertekad menggunakan sisa waktu tugas dengan semaksimal mungkin. Obsesi paling besar, terkait dengan tugas tentu saja bagaiamana meraih opini WTP sebelum saya pensiun,” jelas mantan Dan Puspenerbal Mabes AL ini.***