Jakarta – Pembentukan holding BUMN perkebunan akan terjadi di triwulan III-2011. Pemerintah kini telah menyelesaikan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum aksi tersebut.
Demikian disampaikan Menteri BUMN, Mustafa Abubakar dalam peresmian Forum Komunikasi Investasi (FKI) di Hotel Four Season, Jakarta, Selasa (14/6/2011).
Mustafa menjelaskan, Juni ini dasar hukum holding BUMN perkebunan rampung. Setelah itu, mekanisme holding akan segera terbentuk paling lambat triwulan III-2011.
Saat ini, Kementerian BUMN masih menantikan penyehatan beberapa PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Saat telah terbentuk PTPN hasil merger, BUMN perkebunan siap melaksanan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO).
“Memang perlu waktu, makanya kita tahan dulu holding ini. Masing-masing harus menyelesaikan,” paparnya.
Mekanisme sub-holding, lanjut Mustafa juga menjadi fokus kementerian dengan pembagian per wilayah, atau jenis tanaman. Namun sub-holding akan dibahas rinci setelah holding PTPN selesai dikerjakan.
“Sub-holding sampai saat ini subsidary. Apakah Jawa saja, atau sawit saja. Kalau holding belum mengubah rule of the game,” ucapnya.
Untuk manajemen PTPN III yang ingin menggelar IPO di 2011, Mustafa menilai hal ini belum diperlukan. Jika perseroan PTPN III membutuhkan dana dalam rangka ekspansi lahan perkebunan sawit dan karet, serta untuk membayar utang perseroan, mereka bisa memanfaatkan FKI BUMN.
“Bisa saja diarahkan di sana. Karena FKI mempertemukan supply side dan demand side. Ini bertemu langsung. Bisa dari FKI, sangat memungkinkan,” tegasnya.
Jangan pakai konsultan asing
Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga minta pemerintah tidak gunakan konsultan asing dalam merancang pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) yang sedang dibahas antara pemerintah dan DPR saat ini.
“Segala sesuatu hendaknya diserahkan pada pihak yang memahami sejarah pembentukan BPJS yang sudah ada. Jangan diserahkan pada konsultan asing yang tidak paham tentang jaminan sosial di Indonesia,” kata Hotbonar ketika diminta komentarnya tentang disetujuinya pembentukan dua BPJS oleh Panja, Kamis (16/6).
Menurut dia, saat ini bisnis asuransi di Indonesia sudah dikuasai asing, termasuk bisnis pembiayaan perbankan. Jangan sampai penyelenggara jaminan sosial juga dikuasi oleh asing.
Tentang pembentukan dua BPJS, Hotbonar menyarankan agar sebelum menggabung BPJS (PT Asabri, Askes, Taspen dan Jamsostek), panja harus memerhatikan juga aspek hukum dan finansial, serta aspek sumber daya manusia.
Aspek hukum yang harus diperhatikan mengenai penyatuan anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan peraturan dari perseroan terbatas di badan penyelenggara itu.
Bahkan, lanjutnya, aspek finansial berupa penggabungan dana kepesertaan dalam satu BPJS dapat berdampak terhadap penarikan dana oleh pemiliknya, yakni para peserta badan penyelenggara tersebut.
“Penggabungan ini berdampak pada rasionalisasi bagi karyawannya dengan dampak terbesar pemutusan hubungan kerja atau pensiun dini yang juga membutuhkan dana relatif besar,” ungkapnya.
Hotbonar mengatakan akan tetap mendukung keputusan yang ada. Namun dia menyarankan jika terjadi penggabungan keempat BPJS tidak berdasarkan kepada kepentingan kelompok atau golongan dan pemerintah harus lebih memperhatikan sejarah pembentukan badan penyelenggara yang ada.
“Tuntutan judicial review seperti yang pernah terjadi dalam UU SJSN harus menjadi pelajaran dalam menerapkan UU BPJS,” ungkapnya.
Recent Comments