Ayo Kembali ke Alam

Sayuran organik, beras organik, buah-buahan organik atawa pupuk organik. Semua serba organik. Ya, pertanian organik kini jadi idola baru dalam dunia Agrobisnis. Fenomena ini muncul seiring dengan munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang bebas dari bahan-bahan kimia. Sehingga masyarakat mulai menggemborkan slogan “Back to Nature” dan meninggalkan pola hidup lama yang penuh dengan bahan kimia.

Apa itu pertanian organik? Pertanian organik merupakan teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuannya untuk menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan.

Gaya hidup demikian telah melembaga secara internasional. Meski demikian, tetap ada jaminan bahwa produk pertanian organik harus berlabel aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti inilah yang menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Volume produk pertanian organik mencapai 5 hingga 7 persen dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplai oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Sedangkan di wilayah Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh, seperti Jepang, Taiwan dan Korea.

Berbeda dengan negara maju, potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri masih sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Pasalnya beragam kendala masih mengganjal. Antara lain belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik. Pada awal pengembangannya pun perlu investasi mahal lantara harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia. Apalagi belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Meski demikian, sejatinya potensi untuk bersaing di pasar internasional tetaplah terbuka. Sebab kita punya sumberdaya untuk mengembangkan sistem pertanian organik. Negeri yang terletak di titik equator ini memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam. Teknologi pendukung pertanian organik juga sudah cukup tersedia. Misalnya  pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.

Selain itu, ketersediaan lahan pertanian masih sangat luas. Dari 75,5 juta hektar lahan, baru sekitar 25,7 juta hektar yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan. Namun dalam pemilihan lahan harus ada pertimbangan kualitas dan luasan lahan. Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Ketika lahan telah tercemar, diperlukan masa konversi sekitar dua tahun.

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

Dalam pengembangannya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Maka komoditas-komoditas eksotik yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Antara lain: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan. Diharapkan, Indonesia segera menjadi pengekspor produk-produk organik ke pasar internasional.

Untuk menembus pasar ekspor diperlukan standarisasi mutu. Negara-negara pengimpor sangat ketat dalam hal ini. Kerap kali suatu produk pertanian organik mesti dikembalikan ke negara pengekspor, termasuk Indonesia, lantaran masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya. Sertifikasi ini juga berguna untuk meyakinkan konsumen akan keaslian sebuah produk.

Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria. Pertama, sertifikasi lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Sertikasi ini masih mentolelir penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA). Namun jumlah penggunaan pestisida sintetis telah sangat dibatasi. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak terkait.

Kedua, Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri. Misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Saat ini, pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru. Karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

 

Manfaat

 

Walaupun agak rumit pengelolaannya, usaha pertanian organik dinilai lebih menguntungkan. Sebab nilai jualnya lebih tinggi ketimbang produk pertanian anorganik. Keuntungan yang diperoleh lebih tinggi 15 hingga 20 persen. Apalagi saat ini permintaan terhadap produk pertanian organik cukup tinggi. Bahkan petani sering kewalahan memenuhi permintaan konsumen.

Melonjaknya permintaan salah satunya dikarenakan produk pertanian organik bermanfaat bagi Kesehatan. Dalam prakteknya pertanian organik dapat meningkatkan hasil sayuran sebesar 75 persen dibandingkan dengan pertanian konvensional. Kadar vitamin C, potassium, dan beta karoten pun lebih tinggi.

Keuntungan lain, jumlah limbah melalui daur ulang limbah menjadi pupuk organik. Kotoran ternak, jerami dan limbah pertanian lainnya yang selama ini dianggap limbah justru bisa disulap menjadi pupuk. Dengan demikian kesehatan petani pun lebih terjaga karena lahan pertaniannya aman dari polusi akibat penggunaan bahan kimia sintetik.

Sayangnya, pupuk organik masih digunakan sebagai pelengkap karena adanya target produksi. Banyak petani di Indonesia beranggapan bahwa pupuk organik tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman dan memiliki respon yang lebih lamban. Sebenarnya itulah paradigma yang keliru. Sebuah laporan dari Amerika mengungkapkan bahwa pemakaian pupuk organik sebesar 14 ton dalam setahun yang dilakukan selama 8 tahun akan tetap berimbas walaupun setelah 40 tahun dari pengaplikasian pupuk terakhir.

Posted by on Jul 3rd, 2011 and filed under Jawa Tengah. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response by filling following comment form or trackback to this entry from your site

Leave a Reply

Refresh Image
*