Batik Makin Disuka Kaum Muda

Anggapan bahwa batik identik dengan pakaian jaman doeloe (jadoel) yang hanya pantas dikenakan para sepuh saat pelaksanaan upacara adat Jawa, sudah tidak relevan lagi. “Sekarang peminat batik terbesar justru kalangan muda. Remaja perkotaan pun sudah sangat akrab dengan batik,” kata Lianawati Hidayat, Owner Batik Ozzy Pekalongan.
Batik telah menjelma menjadi pemersatu bangsa. Meski tak ada keharusan orang Indonesia kudu punya batik, faktanya peminat batik terus meningkat dari semua lapisan masyarakat.
Semakin beragamnya segmen pasar tentu jadi tantangan tersendiri bagi produsen. “Kita dituntut selalu kreatif. Kalangan muda lebih suka desain yang tidak terlalu klasik. Sementara pejabat mapan, selalu mencari batik klasik yang pakem banget,” kata ibu dari 7 anak ini.
Meningkatnya permintaan, tentu sangat menguntungkan pengusaha di sentra-sentra batik seperti Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Rembang, Semarang, Cirebon, Kuningan, dll.
Lianawati yang menekuni batik Pekalongan sejak 1995 tidak memungkiri, kesadaran masyarakat terlecut setelah tahun 2009 United Nation Education Social Culture Organization (UNESCO), salah satu Badan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bergerak dibidang pendidikan dan sosial budaya, mengakui bahwa batik adalah “Indonesian Heritage” atau warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan. Maka tidak heran bila hampir semua kabupaten/kota, termasuk yang sebelumnya tidak memiliki tradisi membatik, sekarang berusaha mendirikan klaster atau kampung batik.

FILOSOFI
Membatik bagi Lianawati tidak sekedar mencari uang. Tapi sekaligus melatih kesabaran, keuletan, kerjasama dan kegembiraan (happiness). “Sehelai kain batik bisa dikerjakan oleh 20 orang. Semua pekerjaan membutuhkan keuletan dan kerjasama yang baik. Yang tidak kalah penting, menjaga kegembiraan saat mengerjakan. Kegembiraan saat mengerjakan akan terpancar dari batik setelah jadi,” kata wanita kelahiran Bandung, yang menjadi guru dan koreografer tari selama 25 tahun sebelum menjadi pengusaha batik.
“Dulu saya berkreasi menciptakan tari lewat sanggar tari Ozzy, sekarang berkreasi menciptakan motif batik,” kata lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di Bandung ini.
Ditanya latar belakang pengetahu-annya dalam membatik, Lianawati mengaku hanya belajar otodidak. “Kalau kita mau belajar dari apa yang kita rasakan, kita lihat, dan dengan sungguh-sungguh mengerjakan pasti berhasil. Puji Tuhan, hal itu sudah kami rasakan,” akunya.
Ucapan Lianawati terbukti. Meski hanya belajar otodidak (belajar sendiri), tapi karyanya telah menembus pasar internasional seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Jepang, Paris, dll. “Pembeli dari Jepang dan Paris biasanya menetapkan standart yang sangat detail. Harus halus secara sempurna,” kata pengusaha yang mempekerjakan 50 pembatik di Ozzy Batik dan sekitar 75 pembatik rumah tangga.
Di kalangan pembatik dalam negeri, nama Lianawati juga cukup dikenal. Karena dia pernah menjadi nominator desain batik terbaik bidang kemanusiaan dengan menuangkan perenungannya tentang kedahsyatan bencana tsunami di Aceh tahun 2004.
Sebagaimana kita tahu, tsunami Aceh 2004 merenggut nyawa lebih dari 300.000 orang dan ratusan ribu orang dinyatakan hilang. “Saya merenungkan, bila alam murka, manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Perenungan itu saya tuangkan dalam desain batik,” katanya.
Meski industri batik semakin baik, tapi sokongan modal kerja dari perbankan tetap sulit didapat. “Makanya pengusaha batik harus pandai-pandai mengelola keuangan sendiri,” kata binaan PT Telkom yang mengaku belum pernah mendapat kredit lunak dari perbankan. Robinson

www.simplesharebuttons.comBerbagi dengan teman ...Facebook0Google+0Twitter0tumblrPinterest0LinkedIn0

One Response to Batik Makin Disuka Kaum Muda

  1. Pingback: Batik Makin Disuka Kaum Muda | Acara Event

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: