Kehadiran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggantikan Askes menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Berbagai perubahan yang dilakukan demi meratanya pelayanan kesehatan bagi semua kalangan sebagai pelaksanaan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Jika dulu peserta Askes hanya pegawai negeri maupun pensiunan maka peserta BPJS Kesehatan lebih menyeluruh, diantaranya seperti eks-anggota Askes ataupun Jamsostek, anggota TNI-Polri, peserta Jamkesmas, serta masyarakat umum.
Setelah resmi diluncurkan pada 1 Januari 2014 lalu, BPJS Kesehatan saat ini terus melakukan berbagai langkah sosia-lisasi kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan masih banyak warga masyarakat merasa dengan adanya perubahan dari Askes ke BPJS justru membuat pelayanan kesehatan menjadi kurang. Menurut dr. Roni Kurnia Hadi Permana, Kepala Cabang BPJS Kesehatan KCU Kediri, salah satunya karena sistem pembayaran biaya kesehatan yang sebelumnya secara paket menjadi sistem INA-CBG’s (Indonesian Case Based Groups). Selain itu menurutnya juga karena pengurangan jumlah obat yang diterima pasien, sehingga terlihat adanya penurunan kuantitas saja. “Sebenarnya perubahan hanya pada jumlah, dari yang biasanya mendapat obat banyak sekarang yang diterima pasien menjadi lebih sedikit,” tuturnya.
Namun dengan adanya keluhan dari masyarakat tersebut, kini pihak BPJS sudah melakukan perubahan. Dari yang sebelumnya setelah resmi diluncurkan pasien hanya mendapat jatah obat selama sepuluh hari, kini pasien bisa mendapat obat selama satu bulan. Mengenai klasifikasi kelas, dokter kelahiran Jakarta, 2 Agustus 1967 ini menjelaskan bahwa untuk pekerja, baik pegawai negeri sipil, pegawai pabrik, atau peserta Jamsostek, hanya bisa mendapatkan hak untuk kelas satu dan dua. Namun bagi masyarakat umum dapat memilih sesuai keinginan, baik kelas satu, dua ataupun kelas tiga. Biaya untuk kelas tiga, iuran per bulannya ditetapkan sebesar Rp. 25.500 per orang, kelas dua sebesar Rp. 49.500 per bulan, dan Rp. 59.500 per bulan untuk kelas satu. Sedangkan dana dari APBD untuk program ini dialihkan bagi masyarakat yang kurang mampu atau yang belum terjangkau Jamkesmas.
Disamping penggalakkan sosialisasi kepada masyarakat, BPJS pun terus melakukan berbagai langkah persiapan diantaranya dengan melakukan pembenahan infrastruktur di kantor-kantor pelayanan, serta penambahan jumlah sumber daya manusia. Untuk pelayanan kapasitas dan fasilitas di rumah sakit, telah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak rumah sakit. “Sebelumnya kita lakukan penawaran kerjasama kepada rumah sakit, kemudian dilihat tingkat kebutuhannya,” imbuh dr. Roni.
Saat ini untuk wilayah eks-Karesidenan Kediri, sudah ada 27 rumah sakit baik negeri maupun swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Sementara untuk masyarakat di pedesaan, Puskesmas siap membantu masalah sosialisasinya. Sosialisasi BPJS Kesehatan sendiri ditargetkan rampung pada tahun 2019 mendatang, dengan harapan setelah tahun 2019 seluruh masyarakat Indonesia telah terdaftar di BPJS Kesehatan. “Dengan adanya BPJS ini, biaya kesehatan bisa terukur, karena orang sakit apapun hanya dengan biaya 25 ribu rupiah semuanya beres. Saya mejamin bahwa pelayanan semuanya sama. Kalau ada masyarakat yang dibedakan, kita akan ingatkan rumah sakit yang bersangkutan,” ujar pria yang telah 15 tahun berkarir di eks PT. Askes (Persero) ini. Tunggul
Recent Comments