Sesuai misinya, mengembangkan pembibitan sapi perah nasional dengan melaksanakan kebijakan di bidang pemuliaan, pemeliharaan, produksi dan pemasaran bibit unggul sapi perah dan hasil ikutannya.
Saat ini masyarakat Indonesia boleh merasa bangga, karena Indonesia telah berhasil melakukan Uji Zuriat Sapi Perah Nasional yang menghasilkan empat bibit unggul sapi perah Nasional. Sehingga Indonesia tidak lagi harus mengimpor pejantan unggul dari Australia atau negara lain. Disamping menghasilkan pejantan unggul yang ada tif dengan iklim di Indonesia, juga menghemat devisa negara. Semua tidak terlepas dari dukungan stakholder dan berbagai pihak terkait program ini. Khususnya BBPTU Sapi Perah Baturaden sebagai koordinator pelaksanaan Uji Zuriat Sapi Perah Nasional.
Kepala BBPTU Sapi Perah Baturaden, Ir Ali Rachman, M.Si menyampaikan, Uji Zuriat Sapi Perah Nasional merupakan metode guna mengukur kemampuan genetik pejantan sapi perah melalui pengukuran produksi anak betinanya atau biasa disebut DC (Doughter Com). Uzi Zuriat Nasional ini dilaksanakan terkoordinasi mulai dari tingkat pusat hingga dilapangan dibawah pengarahan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI, Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA.
Selaku Ketua Penanggung jawab, Direktur Pembibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian, Ir Abubakar, SE, MM dan Kepala Sub Direktorat Penilaian dan Pelepasan Bibit Ternak sebagai anggota. Koordinator pelaksana Uzi Zuriat Kepala BBPTU Sapi Perah Baturaden, Ir Ali Rachman M.Si. Sedang Komisi Pertimbangan Uji Zuriat diketuai oleh Dr. drh Pallawarukka, M.Sc, sekretaris, drh Kurnia Achjadi MS dan anggota Dr. Ir Chalid Talib, MS.
Hasil yang telah dicapai dalam Uji Zuriat Sapi Perah Nasional Periode I yang dilaksanakan sejak tahun 2004 hingga tahun 2011 telah dilaunching empat (4) ekor pejantan unggul sapi perah nasional yakni Formery (30662), Bullionari (30665), Farrel (30686) dan Filmore (30687) pada tanggal 11 Desember 2011 di Gedung Eduwisata Baturaden yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Ternak Kementan RI, Ir. Syukur Iwantoro MS, MBA.
Kemudian periode ke II pada tanggal 8 Desember 2012 di Gedung Eduwisata Baturaden kembali dilaunching 4 calon pejantan unggul sapi perah Indonesia yakni Flaunt (30694), Florean (30691), Fokker (30697) dan Hostromsi (30664). Launching tahap ke 2 ini dihadiri Wamentan Rusman Heriawan, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI, Ir Syukur Irwantoro, MS, MBA, para Direktur Balai Besar lingkup Deptan, Kepala Dinas Pertanian se Indonesia, sejumlah Rektor Perguruan Tinggi dan stakeholder terkait serta sejumlah tokoh masyarakat dan petani/peternak.
Diharapkan pada tahun 2013 dan tahun 2015 yang akan datang direncanakan bisa dilepas 4 dan 3 ekor pejantan unggul sapi perah nasional. “Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi menyukseskan program Uji Zuriat Sapi Perah Nasional, terutama para petani sebagai ujung tombak keberhasilan Uji Zuriat Nasional. Mudah-mudahan ke depan kita mampu menghasilkan bibit unggul lain yang memiliki genetik lebih baik lagi,” harap Ali Rahman saat memberikan sambutan pada acara launching pejantan unggul sapi perah periode II belum lama ini.
Kronologis Uji Zuriat Nasional Sapi Perah Indonesia
Keberhasilan Uji Zuriat Sapi Perah Indonesia bukan semata-mata karena satu atau tiga orang tetapi pekerjaan panjang dari seluruh stakeholder Sapi Perah mulai dari peternak, perusahaan hingga tim di BBPTU Sapi Perah Baturaden selaku koordinator hingga ke pusat. Merekalah yang selama ini bekerja sama membangun system informatif yang berkesinambungan sehingga mampu menghasilkan karya yang sangat bermanfaat bagi masyarakat luas.
Demikian disampaikan Dr. drh Pallawarukka, M.Sc Ketua Komisi Pertimbangan Uji Zuriat Sapi Perah nasional, sebelum dilakukan launching 4 pejantan sapi perah unggul tahap II di Gedung Eduwisata, Baturaden. Empat pejantan yang di-launching pada Desember 2011, susu yang sangat beragam. Yakni Flount, produksi susunya lebih kurang 5645 kg dan 1117 SD, Florean 4999 kg/1450, Fokker 4845/1607 dan Hostrompi 5180/2006 SD.
“Kalau melihat publikasi luar negeri, standar kita masih rendah. Tetapi kalau dilihat dari berapa produksi rata-rata nasional yang digunakan sebagai patokan untuk melakukan penilaian, maka sudah diatas rata-rata, yang hanya 4497 kg atau rata 14,7 kh/hari. Jadi kalau kita melihat rata-rata produksi anaknya Flaunt, 24% diatas rata-rata nasional. Florean 11,2 %, Fokker 8,2 % dan Hostrompi 15,2%. Nah permasalahan yang masih muncul di lapangan adalah terjadinya mutasi sapi perah menjadi sapi potong. Yang perlu dikhawatirkan adalah terjadinya mutasi sapi perah bergenetik tinggi menjadi sapi potong. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan recording. Untuk melakukan akurasi data guna melanjutkan program ini,” katanya.
Oleh karena itulah, dalam rangka meningkatkan mutu genetik Sapi Perah Indonesia di masa – masa yang akan datang perlu ditetapkan Skema Priding Sapi Perah Indonesia yang bakal menjadi acuan atau sebagai rambu-rambu stakeholder Sapi Perah Indonesia. Sementara penjaringan ternak unggul calon pejantan sapi perah Indonesia bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti BBPTU Sapi Perah Baturaden, BIP Singosari, BBTP Lembang, BIP Cipelang dan dilakukan bersama dengan pihak swasta. Ia berharap ke depan kita tidak hanya launching pejantan unggul sapi perah, tetapi juga betina unggul.
Indonesia Perlu Pejantan dan Betina Unggul
Sesuai amanat UUD 45, kewajiban negara termasuk kita sebagai elemen masyarakat adalah bagaimana kita dapat memberikan kontribusi bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa diantaranya dengan memberikan asupan gizi bagi generasi muda. Untuk mencukupi asupan gizi (protein hewani) diantaranya dengan meminum susu. Nah sekarang yang terjadi di negeri ini, konsumsi susu masih rendah jika dibanding negara-negara lain di ASEAN. Contoh, produksi susu Indonesia perkapita/tahun baru 16,4 liter. Bahkan ada diantara warga Indonesia, sepanjang tahun tidak pernah meminum susu. “Kemana susu-susu yang lain?” canda Rusman Heriawan.
Diakui oleh Rusman, masih banyak yang beranggapan bahwa susu itu sebagai barang Istimewa sehingga asumsi mereka, harga susu mahal. “Karena apa? Dari awal mereka tidak didorong untuk meminum susu,” tukas Wamentan. Padahal pada zaman Bung Karno ada Program Susu Gratis di sekolah-sekolah. “Bahkan saat saya masih SD, saya pernah mendapat susu gratis dari pemerintah. Artinya, gerakan minum susu yang dicanangkan oleh pemerintah belum merupakan gerakan nasional. Mudah-mudahan ke depan, ada contoh-contoh yang baik di daerah kabupaten dan seterusnya sehingga ‘Program Gerakan Minum Susu Nasional’ bisa diapresiasi.”
Namun demikian, jika berbicara kebutuhan dan stokis susu nasional, sebenarnya masih kurang. Sehingga belum dicukupi oleh produksi susu dalam negeri yang baru 25%. Sisanya, 75% masih impor dari luar negeri. “Ini dilematis, manakala kita tengah mendorong masyarakat untuk menjadikan susu sebagai suatu kebutuhan. Ternyata stokis susu kita baru mampu terpenuhi seperempatnya dari jumlah kebutuhan nasional, dengan kekuatan 600.000 populasi sapi perah di seluruh Indonesia. Jumlah itupun patut dipertanyakan. Apakah dalam masa produksi optimal atau sebaliknya, banyak yang menganggur,” papar Rusman apresiatif.
Sebab kekuatan layak atau mendekati ideal adalah 1 juta ekor. Inilah yang harus dikejar, hingga populasi sapi perah nasional bisa mencapai 1 juta. “Dengan demikian kita masih kekurangan 400 ekor. Ini yang harus diwujudkan dan menjadi komitmen bersama guna menambah populasi sapi perah. Asumsinya, 1 juta ekor, dengan catatan semuanya pada masa produksi, maka kebutuhan susu nasional bisa naik signifikan. Namun kalau kita mau swasembada susu, jumlah ideal populasi sapi perah minimal 2 juta ekor.”
Ada beberapa faktor kenapa kita kekurangan susu. Menurut Rusman Heriawan, diantaranya karena, Populasi sapi perah masih kurang dari 1 juta, Produksi susu masih relatif rendah. Hal ini bisa disebabkan karena faktor makanan. Yang ketiga adalah penanganan produksi (pemerahan). Yang terjadi di Indonesia, belum banyak yang memenuhi standar kwalitas sesuai harapan Industri Pemerahan Sapi Perah (IPS). “Ke depan, faktor ini harus dibenahi, kalau kita ingin mendapatkan susu berkwalitas.”
Ada beberapa hal yang mempengaruhi masalah susu Indonesia. Diantaranya “amunisi kurang” (populasi sapi perah kurang dari 1 juta), peningkatan produktifitas susu, sehingga menghasilkan susu berkualitas dan memiliki harga jual signifikan. Wamentan juga mengaku akan melakukan revitalisasi susu nasional. Dan menciptakan iklim kondusif kedua belah pihak, baik itu peternak/petani, maupun Industri Pemerahan Susu (IPS), sehingga produksi susu nasional meningkat.
Untuk itulah, Wamentan berharap, semua stakehoder dan semua yang berkepentingan di bidang ‘persusuan’ memiliki tujuan dan misi yang sama. “Saya percaya, disini ada yang memiliki niatan yang sama (good well), semangat dan komitmen bersama, semangat kemitraan bersama guna mewujudkan swasembada susu pada tahun 2020 mendatang.”
Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi sapi perah adalah dengan penyediaan bibit unggul baik jantan maupun betina. “Kita berharap, sapi perah unggul tidak hanya pejantannya saja tetapi betinanya juga. Oleh karena itu tindak lanjut dari upaya peningkatan produksi susu nasional dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas sapi perah harus direalisasikan,” tegas Rusman.
“Kami juga memberikan apresiasi kepada semua pihak yang telah berhasil melaksanakan tugasnya sehingga berhasil menghasilkan bibit unggul sapi perah nasional berkualitas. Ini adalah hasil kerja keras orang-orang cerdas yang patut kita banggakan. Karena kerja keras mereka, kini Indonesia telah memiliki bibit unggul made in Indonesia. Oleh karena itulah kami berniat akan sering datang ke BBPTU Sapi Perah Baturaden,” ucapnya berseloroh.
Sejarah BBPT Sapi Perah Baturaden
Pada tahun 1950, Pemerintah Daerah RI, membangun peternakan di Baturaden dan diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Drs. Mohammad Hatta pada tanggal 22 Juli 1953. Dengan nama Induk Taman Ternak Baturaden. Kemudian pada tanggal 25 Mei 1978, SK Mentan RI No.313/Kpts/org/5/78 tentang susunan organisasi dan tata kerja Balai Pembibitan dan Hijauan Makanan Ternak Baturaden (BPTHMT) sebagai unit pelasanaan teknis Direktorat Jenderal Peternakan.
Pada tanggal 24 Juli 2002 sesuai SK Mentan RI No. 290 Tahun 2002, berubah menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah. Dan tanggal 30 Desember 2003, sesuai SK Mentan RI No.630/Kpts/OT.140/2003, BBPU Sapi Perah berubah menjadi balai ternak pembibitan unggul (BBPU SP Baturaden).
Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturaden terletak di Jalan Raya Baturaden Km 14. Tepatnya di Lereng Selatan Gunung Slamet, dengan ketinggian 650-700 m dpl sehingga memiliki udara sejuk 18-30 celcius dengan kelembaban udara 70 – 80 %. Lokasi berada 14 Km ke arah utara dari Kota Purwokerto, Jawa Tengah.
Balai ini sebagai pusat pembibitan sapi perah nasional yang memiliki kegiatan on farm yang terdiri dari produksi dan pemasaran bibit unggul sapi perah, center of excellence, pusat data base sapi perah nasional. Pemuliaan bibit unggul sapi perah, budidaya bibit unggul sapi perah, konsultasi usaha sapi perah dan pusat informasi sapi perah.
Wilayah pengembangan, recording sapi perah, pembinaan manajemen budidaya sapi perah, magang budidaya sapi perah perorangan, kelompok, pembinaan key farmer dan koordinator pelaksanaaan Uji Zuriat Sapi Perah Nasional.
Potensi BBPTU sapi perah Baturaden
1) Lokasi Tegal Sari seluas 34,802 Ha, untuk perkantoran, perumahan, kandang ternak, lapangan pengembalaan dan kebun rumput. 2) Lokasi Munggang Sari, seluas 10,098 Ha untuk perumahan dan pusat latihan/magang. 3) Lokasi Limpakuwus, seluas 96,787 Ha untuk kandang ternak, kebun rumput dan perumahan. 4) Lokasi Manggala 100 Ha, untuk pengembangan pemeliharaan ternak.
Jenis ternak yang dipelihara saat ini Sapi Fries Holstein, merupakan sapi impor dan keturunan dari induk impor yang terdiri dari On Farm. (Jenis ternak, betina dewasa 341 ekor, betina muda 226 ekor, jantan muda 138 ekor, total 705 ekor) Wilayah KSO, Kalimantan, Bengkulu, Musirawas, Jambi, Padang Panjang, Trenggalek dan Gorontalo total 76 ekor. Sementara wilayah pembinaan VBC meliputi, Kabupaten Semarang, Klaten, Boyolali, Banyumas. Sleman, Kediri, Trenggalek, Malang, Tulung Agung, Jombang, Blitar, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut dan Kuningan. Muchlas H
Selamat berjuang…!