Para anggota Legiun Ve-teran Republik Indonesia (LVRI) adalah saksi hidup dan pelaku sejarah. Pejuang yang tanpa pamrih bahu-membahu melahirkan Republik Indonesia tercinta. Dalam perjuangan itu, sesungguhnya tidak membedakan Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan (SARA). Fakta sejarah inilah yang harusnya menjadi landasan misi pembangunan. Demikian dikatakan Ketua Umum Legiun Veteran RI, Letjen TNI (Purn) Rais Abin.
“Perbedaan suku, agama, ras dan adat-istiadat adalah sebuah keinda-han. Kemajuan teknologi dan ekonomi tak banyak artinya, tanpa hubu-ngan yang baik diantara sesama masyarakat. Dan itu telah dirumuskan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Bila kita menyadari makna Bhinneka Tunggal Ika, maka kita harus membenci diskriminasi,” kata Pre-siden VECONAC (Veterans Confe-derations of ASEAN Countries/Ikatan Veteran se-Asia Tenggara) tahun 2010-2012, kepada LIFESTYLE ketika ditemui di ruang kerjanya gedung Graha Purna Yudha Lt. XI Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta belum lama ini.
Kesenjangan ekonomi juga menjadi sorotan Abin Rais. LVRI menghormati Presiden selaku penanggungjawab masa depan bangsa. Namun diingatkan, keberhasilan pembangunan sangat ditentukan kemampuan pemimpin menjunjung tinggi Pancasila sebagai sumpah sakti bangsa. “Pemerintah harus bersungguh-sungguh menyejahte-rakan masyarakat dengan berkeadilan sosial. Karena kesenjangan ekonomi sering menyulut kemarahan masyarakat terhadap penyelenggara negara,” kata sesepuh bangsa berusia 87 tahun namun masih bugar ini.
Menanggapi maraknya korupsi, mantan Panglima United Nations Emergency Force (UNEF), pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ketika terjadi pepera-ngan antara Mesir dan Israel tahun 1976-1979 dengan pangkat Mayjen TNI-AD saat itu, berpendapat, kejahatan korupsi memang sudah mengkhawatirkan. Agar pemberantasan korupsi berhasil secara maksimal, maka kepala negara harus berani bertindak tegas.
“Seorang kepala negara haruslah negarawan. Seorang negarawan harus berani mengambil tindakan tegas, tanpa memperdulikan apakah tindakan itu dianggap populer atau tidak oleh orang lain,” kata mantan Wadan Seskoad tahun 1973 itu.
Masih terkait korupsi, sahabat karib Jenderal TNI (Purn) M. Yusuf ini menceritakan pengalamannya saat menjadi Dubes RI untuk Si-ngapura tahun 1984 – 1988. Ketika itu, seorang menteri perumahan di sana dianggap sangat berhasil sehingga sering mendapat pujian dari Perdana Menteri (PM) Lee Kuan Yew. Tetapi suatu ketika, sang menteri diwartakan oleh media setempat telah melakukan korupsi. Sang menteri kemudian ingin menemui PM untuk menjelaskan permasalahan sebenar-nya, namun Lee Kuan Yew sama sekali tidak bersedia menerima.
Tak lama berselang, Menteri Perumahan tersebut mengatakan ingin berkunjung ke Jakarta. Abin Rais selaku Dubes RI pun membantu memfasilitasi. Eh, ternyata di luar perkiraan, di Jakarta sang menteri membeli racun. Ketika kembali ke negaranya, dia bunuh diri dengan cara minum racun. “Demikianlah ketegasan sikap pemimpin Singapura. Tidak ada kompromi terhadap koruptor. Pejabat yang korupsi pun masih memiliki rasa malu,” kata Anggota MPR RI tahun 1999 – 2004 ini.
JANGAN MINDER
Diminta saran-sarannya kepada generasi muda, tokoh TNI-AD yang bersahabat baik dengan Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, ini mengatakan generasi muda Indonesia harus cerdas, trengginas, dan tidak boleh minder dalam pergaulan internasio-nal.
“Hati saya kadang miris bila pada pertemuan internasional dimana de-legasi Indonesia turut hadir disana, tetapi mereka hanya ngobrol di belakang, tidak muncul sebagai peserta aktif. Salah satu kelemahan orang Indonesia di pergaulan internasional adalah kurang menguasai bahasa Ing-gris,” kata perwira tinggi Indonesia satu-satunya yang pernah menjadi Panglima Perdamaian Internasional di bawah naungan PBB.
Selain itu, penguasaan diplomasi juga sangat penting. Sebab berbagai permasalahan lebih mudah diselesaikan di meja perundingan daripada harus lewat pertempuran yang sudah pasti melukai rasa kemanusiaan. “Lewat forum VECONAC kami menghimbau kepada semua kepala peme-rintahan agar selalu mengedepankan perundingan dan menghindari pepe-rangan,” katanya.
DAMPAK OTONOMI DAERAH
Sementara Ketua LVRI DKI Jakarta Kol. CPM (Purn) H.W Sriyono didampingi Wakil Ketua I, Kol Mar (Purn) W. Siswanto dan Sekretaris Kapt. CPM. (Purn) Daslan yang ditemui di kantornya menjelaskan sekilas sejarah. Menurut ketiga tokoh ini, sebelum kemerdekaan diproklamirkan hari Jumat 17 Agusturs 1945, Bung Karno sempat berbeda pendapat de-ngan para pemuda pelopor.
Ketika tanggal 14 Agustus 1945, dua kota utama Jepang, yaitu Provinsi Hirosima dan Nagasaki dibom oleh tentara Amerika sehingga dunia terguncang, pemuda pelopor mendesak Bung Karno segera memproklamirkan kemerdekaan. Tetapi Bung Karno sempat mempertimbangkan untuk menunda, karena akan terjadi pertumpahan darah yang luar biasa mengingat tidak seimbangnya kekuatan persenjataan.
Bung Karno beralasan, Belanda adalah sekutu dari pemenang Pe-rang Dunia II dengan persenjataan modern. Sementara persenjataan Indonesia hanya seadanya, termasuk bambu runcing. Maka Bung Karno mengatakan akan menempuh jalur diplomasi. Tapi para pemuda me-ngatakan siap berjuang habis-habisan hingga tetesan darah terakhir demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Mendengar tekad itu, Bung Karno akhir-nya bersedia memproklamirkan kemerdekaan.
Apa yang dikuatirkan Bung Karno benar terjadi. Begitu kemerdekaan diproklamirkan, pertempuran sengit terjadi di berbagai daerah. Tetapi pemuda juga menepati janjinya sehingga ada ribuan pejuang gugur di medan pertempuran. Para pejuang ini terdiri dari berbagai suku dan agama, tanpa pernah pilih-pilih di daerah mana harus berperang. Makanya banyak suku Jawa gugur dalam pertempuran di Sumatera, Kalimantan atau pulau lain. Tidak sedikit pula suku Aceh, Batak Minang, atau Ambon gugur di Pulau Jawa dan pulau lain. Nama-nama mereka tertera di makam pahlawan yang tersebar di berbagai kabupten/kota, disamping ribuan pejuang tanpa nama,” kata H.W Sriyono.
“Semangat Bhinneka Tunggal Ika seperti inilah yang harusnya dijaga. Keberagaman harus menjadi pengikat yang kuat. Tetapi dengan adanya reformasi dan otonomi daerah, sema-ngat ke-Bhinneka Tunggal Ika-an kian memudar. Dengan alasan Otonomi Daerah, maka Kepala Daerah harus putra daerah, PNS mengutamakan putra daerah, sehingga makin tumbuh sikap egois kedaerahan. Seolah-olah daerah itu merdeka sendiri-sendiri. Ini sangat memprihatinkan bagi keutuhan NKRI. Kondisi seperti ini tentu sangat di-senangi negara luar agar Indonesia tidak menjadi bangsa yang besar,” terang W. Siswanto mengimbuhkan.
Maka LVRI berharap, nilai-nilai sejarah kebangsaan diajarkan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Bung Karno me-ngatakan, Jasmerah (jangan lupa-kan sejarah). Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya. Sayang, banyak diantara generasi muda sekarang tidak tahu lagi siapa Jenderal Sudirman dan apa jasa-jasa-nya dalam memerdekakan RI.
Bahkan pejabat pun, termasuk setingkat Lurah, tidak tahu apa itu Veteran RI. Sehingga kalau ada Veteran datang ke kantornya, pejabat tersebut langsung menghindar. Seolah Veteran dianggap pengemis. Tentu tidak bisa serta merta menya-lahkan generasi muda. Bagaimana mereka mau mencintai dan menghargai sesuatu yang tidak dikenal dan tidak diketahuinya?
TIDAK DAPAT ANGGARAN
Sebagai pelaku dan saksi sejarah, pengurus dan anggota LVRI sebenarnya bersedia terlibat aktif mensosialisasikan nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa. Sebab LVRI sebagai satu-satunya wadah seluruh pejuang dan pembela kemerdekaan tetap solid hingga tingkat kecamatan. Kendalanya, tidak ada dukungan anggaran.
“Ketika bertemu Ketua DPR RI dan Ketua MPR RI kami menyampaikan, sampai hari ini LVRI DKI Jakarta tidak mendapat pembia-yaan dari pemerintah baik melalui APBN maupun APBD. Beberapa LSM yang baru berdiri beberapa bulan saja mendapat bantuan sosial (bansos) lewat APBD. Sementara LVRI wadah pejuang pendiri bangsa tidak sedikit pun mendapat perhatian,” kata H.W Sriyono.
Masih menurut Pasukan Pengawal Presiden Soekarno ini, anggota dewan pun bertanya, bila tidak mendapat dana dari APBN/APBD, lalu dapat support dana darimana sehingga organisasi bisa bertahan hidup? “Saya jawab; dari Tuhan. Mereka ada yang tertawa. Tapi saya bilang, ya Tuhan yang meganugerahkan kesehatan kepada kami sehingga kami kuat hidup apa adanya. Meski sudah sepuh-sepuh, masih rela datang ke kantor naik angkutan umum dengan ongkos sendiri. Kami ingin menunjukkan jiwa kejuangan dan keteladanan kepada generasi muda.”
Sekarang memang perhatian pejabat sudah makin baik. Terutama de-ngan lahirnya UU No. 15 tahun 2012 tentang Veteran. UU Veteran ini akan melahirkan banyak hal positif dalam memahami LVRI. Dulu, mau mengurus Tunjangan Veteran (Tuvet) saja harus melampirkan surat keterangan miskin dari Ketua RT/RW yang disahkan lurah dan camat. Sekarang Tuvet sudah semakin memadai. Bagi anggota LVRI dengan latar belakang TNI/Polri serta PNS juga sudah menerima dana kehormatan Rp. 250.000/bln diluar gaji pensiun dari TNI/Polri sejak 1 Januari 2008. Semasa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, juga telah membantu melalui asuransi kesehatan (Askes). Dengan asuransi ini, kalau ada anggota LVRI DKI Jakarta sakit, mendapat fasilitas perawatan kelas I di Rumah Sakit Pemerintah. “Sehingga perlakuan terhadap anggota sudah membaik, tapi terhadap Lembaga LVRI, belum,” kata ketiganya.
Robinson
Recent Comments